Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Petani di Indonesia dan Australia Desak Pemerintah Indonesia Percepat Vaksinasi dan Pengetatan Biosekuritas

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan
Sudah lebih dari 497 ribu ekor sapi di Indonesia terkena PMK sejak kasus pertama dideteksi bulan Mei 2022. (Supplied:  REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

Masih ada kekhawatiran penyakit mulut dan kuku (PMK) masuk ke Australia meski Pemerintah Indonesia mengatakan jumlah kasus mulai melandai dalam beberapa pekan terakhir. 

Peternak di Indonesia mengharapkan program vaksinasi bisa terus dipercepat dan penerapan penanganan biosekuritas bisa diterapkan di semua pintu keluar Indonesia demi mencegah penyebaran wabah ke negara lain.

Baca Juga:

Robi Gustiar, Sekretaris Jenderal Asosiasi Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, baru saja kembali dari perjalanan ke Darwin, ibu kota Northern Territory pekan lalu, untuk mendampingi enam mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang menjalankan kursus singkat biosekuritas.

Menurutnya, penerapan biosekuritas di pintu-pintu perbatasan, seperti yang terlihat di bandara Australia cukup mudah dilakukan.

"Yang diperlukan sekarang adalah bagaimana hal tersebut juga bisa dilakukan di bandara di Indonesia seperti di Denpasar atau seluruh bandara yang memiliki penerbangan ke Australia," kata Robi Gustiar kepada ABC Indonesia.

Baca Juga:

Welly Salim asal Indonesia sudah merawat peternakan sapi miliknya di negara bagian Queensland dengan jumlah hewan ternak sebanyak 1.400 ekor sapi.

Menurutnya Indonesia akan ikut terdampak jika PMK masuk ke Australia, karena Indonesia adalah pasar daging sapi terbesar bagi Australia.

"Indonesia memerlukan sekitar 600 ribu ton daging sapi dari Australia setiap tahunnya," kata Welly.

"Apa yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini belum cukup dan belum serius," kata Welly yang tinggal dekat kota Rockhampton.

"Seharusnya Indonesia sudah menyatakan ini sebagai bencana nasional pada awalnya, seperti COVID."

"Walau ini tidak menyebar ke manusia, namun virus ini sangat rawan sekali pada ternak."

Welly yang sudah terlibat di dunia peternakan sapi selama 25 tahun terakhir mengatakan beberapa komentar dari politisi di Australia mengenai situasi PMK di Indonesia "sangat tidak membantu".

Menurutnya Australia harus menemukan "solusi yang paling bersahabat untuk Indonesia" dalam menyelesaikan wabah PMK secepatnya.

Upaya untuk menurunkan kasus

Wabah PMK di Indonesia saat ini menjadi yang terbesar sejak tahun 1990 dengan perkiraan kerugian bagi perekonomian Indonesia mencapai Rp1,7 triliun per bulan.

Sejak bulan Mei lalu ketika kasus pertama terdeteksi sudah lebih dari 479 ribu hewan terkena virus tersebut,

Lebih dari sembilan ribu, sebagian besar sapi ternak, terpaksa disembelih dan lima ribu ekor lainnya mati.

Menurut Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Penyakit Kuku dan Mulut, Profesor Wiku Adisasmito, selama beberapa pekan terakhir sudah tidak ada kasus baru lagi di enam provinsi.

Wiku memperkirakan tidak akan ada lagi penambahan kasus baru di seluruh Indonesia akhir tahun nanti.

Program vaksinasi terus dilakukan dan saat ini sudah 1,2 juta vaksinasi yang diberikan.

Pekan lalu, Pemerintah Australia juga mengeluarkan paket biosekuriti baru kepada Indonesia sebesar AU$10 juta dan AU$4 juta diantaranya untuk pembelian vaksin PMK.

Robi mengatakan kasus PMK sudah melandai jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

"Tidak seperti di April dan Mei di mana kita saksikan adanya antrean di rumah potong, gambar-gambar hewan tidak bisa berdiri, atau tidak mau makan. Itu masa yang sangat menyedihkan.'

Professor Rochadi Tawaf dari Pemberdayaan Pertanian di Jawa Barat mengatakan sampai sejauh ini belum ada data yang akurat untuk menggambarkan situasi sebenarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun menurutnya situasi membaik setelah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) diperintahkan untuk menangani wabah tersebut.

"Bagi saya, yang terjadi adalah kombinasi dengan Pemerintah lebih serius menangani wabah dan juga di kalangan petani dan masyarakat juga memberikan kontribusi dengan merawat ternak mereka lebih baik dari sebelumnya," kata Professor Rochadi.

"Di media pemberitaan tidaklah segencar sebelumnya. Jadi tidak banyak lagi pemberitaan dan gambar misalnya di media sosial berkenaan dengan kasus PMK seperti sebelumnya."

Provinsi Jawa Timur saat ini memiliki angka kasus PMK tertinggi.

Peternakan sapi perah terbesar di provinsi ini dimiliki oleh Greenfields Indonesia, sebuah perusahaan yang didirikan oleh gabungan pengusaha Australia dan Indonesia.

Peternakan dengan 16.000 sapi sudah menerapkan langkah-langkah biosekuriti yang ketat, meski belum tercatat ada kasus virus yang terdeteksi di sana.

Richard Slaney dari Greenfields Indonesia mengatakan hewan ternaknya rutin menjalani pemeriksaan kesehatan dan sudah divaksinasi.

Ada juga kontrol ketat untuk membersihkan pakaian dan alas kaki bagi pekerja ternak, selain juga untuk ban dan pakan ternak.

"Tidak ada pengunjung luar yang diizinkan datang [ke peternakan]," tambahnya.

Dia mengatakan kendaraan disemprot dari "atas ke bawah".

"Semua kendaraan telah melalui proses pembersihan tambahan dan kontrol sangat ketat juga diterapkan di kendaraan pengangkut susu," katanya.

'Tidak berjumpa sapi sama sekali'

Sejak adanya wabah, para peternak dan politisi di Australia sudah mengeluarkan berbagai seruan antara lain ada yang meminta agar perjalanan dari dan ke Indonesia dihentikan sementara.

Pekan lalu, politisi dari Partai One National, Senator Pauline Hanson di parlemen mengatakan turis Australia yang pulang dari Bali akan membawa penyakit ke Australia, karena banyaknya sapi berkeliaran dengan kotoran mereka ada di jalan-jalan. 

Pernyataan yang langsung dibantah oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, di akun Instagram-nya karena menurutnya tidak berdasar pada fakta.

Nathaniel Rose, seorang warga Melbourne baru saja pulang dari Bali setelah liburan selama 10 hari.

"Saya tidak berjumpa dengan sapi sama sekali ketika di sana," katanya.

Ia mengatakan sempat pergi ke kawasan pedesaan ketika mengunjungi Gunung Batur.

"Di situ saya sempat berjalan melewati desa dan juga jalan pertanahan. Dengan adanya pemberitaan soal PMK, saya kemudian mempersiapkan diri untuk diperiksa sekembalinya ke Australia."

Setibanya di bandara Melbourne, Nathan harus menjalani pemeriksaan dan juga melewati keset disinfektan, dan bisa pulang ke rumah dengan semua barang bawaan termasuk sepatu dan sandalnya.

"Saya mendukung pemeriksaan seperti ini namun juga ini tidak membuat saya khawatir untuk kembali ke Bali lagi."

Simak juga laporannya dalam bahasa Inggris

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada