Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Krisis Afghanistan: Sisa roti basi yang membuat rakyat tetap hidup di bawah Taliban

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Pedangan menjual roti naan yang telah lama dan basi di Kabul BBC
Pedagang menjajakan lebih banyak roti naan basi di Kabul daripada sebelumnya.

Di depan masjid berkubah biru di Kabul, Afghanistan, berjejer karung besar berwarna jingga berisi roti naan sisa yang basi.

Roti itu, sebelumnya, biasanya dibeli untuk diberikan sebagai makanan hewan. Tapi sekarang, menurut penjual, banyak orang Afghanistan membayar roti itu untuk dimakan sendiri.

Baca Juga:

Shafi Mohammed telah menjual roti basi selama 30 tahun terakhir di pasar Pul-e-Kheshti Kabul.

"Sebelumnya, biasanya hanya sekitar lima orang datang membeli roti ini dalam sehari, sekarang, lebih dari 20 orang," katanya.

Pasar saat itu sedang ramai - dan semua orang di sana yang kami ajak bicara mengeluhkan krisis ekonomi yang telah menyelimuti negara itu.

Baca Juga:

Baca juga:

Pendapatan rata-rata masyarakat telah dipangkas sepertiga sejak Taliban mengambilalih Agustus lalu, sementara, harga pangan meningkat tajam.

Sambil mengobrak-abrik isi karung, Shafi Mohammed menunjukkan kepada saya roti yang paling bersih meskipun telah basi.

Roti ini, katanya, adalah yang dicari oleh pelanggan yang akan memakannya sendiri, bukan roti yang lebih tua dan berjamur.

"Kehidupan orang Afghanistan saat ini seperti burung yang dikurung dalam sangkar tanpa makanan atau air," katanya. "Saya berdoa kepada Tuhan untuk menyingkirkan kesengsaraan dan kemiskinan ini dari negara saya."

Seorang pedagang pinggir jalan yang menjual roti menunggu pelanggan di Kandahar pada 2 April 2022. AFP
Roti adalah makanan pokok nasional - banyak orang Afghanistan sekarang tidak mampu membeli roti segar.

Bantuan kemanusian telah dikirimkan ke Afghanistan, mencegah ketakutan akan kelaparan selama musim dingin, namun tetap ada peringatan bahwa jumlah itu tidak lagi cukup.

Bagaimanapun juga, krisis yang terjadi di Afghanistan pada dasarnya didorong oleh keputusan negara-negara Barat memotong sebagian besar bantuan pembangunan yang sangat dibutuhkan Afghanistan dan membekukan cadangan bank sentral negara itu usai Taliban mengambil alih kekuasaan.

Di sisi lain, keputusan Barat itu juga tidak lepas sebagai respons dan keprihatinan atas perlakuan keras Taliban terhadap perempuan - seperti mendikte apa yang harus dikenakan para perempuan, misalnya.

Tapi, yang mengalami konsekuensi dan menderita adalah keluarga miskin, seperti ayah tiga anak Hashmatullah.

Pekerjaan dia adalah membawakan belanjaan orang lain di sekitar pasar, tetapi pendapatannya yang sudah sedikit itu anjlok lagi menjadi seperlima dari tahun lalu.

Membeli sekantong belanja berisi roti basi, dia mengatakan kepada BBC: "Saya telah bekerja sejak pagi dan hanya ini yang saya mampu."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terdapat industri kecil di balik roti basi ini. Para pemulung mengambil barang bekas dan juga potongan roti sisa dari restoran, rumah sakit, hingga rumah-rumah masyarakat.

Kemudian, mereka membawanya ke perantara yang kemudian menjual ke penjual pinggir jalan.

Tetapi ketika sekitar separuh negara mengalami kelaparan, maka semakin sedikit roti yang tersisa, segalanya semakin langka.

Pemulung di Kabul BBC
Pemulung mengumpulkan sekarung roti sehari - sekarang mereka mengandalkan sisa makanan untuk bertahan.

"Orang-orang kini kelaparan," kata seorang pemulung barang bekas, sambil menunjukkan satu karung roti sisa yang telah dikumpulkan lebih dari seminggu.

Dulu, katanya, mereka mampu mengumpulkan satu karung per hari.

"Kalau kami menemukan roti yang bersih, biasanya kami memakannya sendiri," kata pedagang lain.

Kembali ke rumahnya di lingkungan miskin Kabul, Hashmatullah menyiapkan makanan untuk keluarganya.

Dia melakukan semuanya agar ketiga putranya yang masih kecil dapat terus bersekolah, daripada mengirim mereka bekerja seperti yang dilakukan banyak keluarga lain dengan anak-anak mereka.

Tapi keputusan itu berarti mereka harus bertahan hidup dari roti basi, dimasak dan dilunakkan dengan tomat dan bawang.

"Saya merasa malu di depan keluarga saya, bahwa saya sangat miskin sehingga saya tidak mampu memberi mereka makanan enak," katanya kepada kami.

Hashmatullah dan anak-anaknya memakan roti basi yang dimasak dengan bawang dan tomat BBC
Hashmatullah dan anak-anaknya memakan roti basi yang dimasak dengan bawang dan tomat.

"Tidak ada yang bisa saya lakukan. Bahkan, jika saya mencoba dan meminjam uang, tidak ada yang akan meminjamkannya kepada saya ... Anak-anak saya sangat kurus karena mereka tidak makan dengan layak."

Di luar toko-toko roti di Kabul, sudah menjadi hal yang umum melihat sekelompok perempuan dan anak mengantre untuk mendapatkan potongan roti naan segar yang gratis, disumbangkan pada sore hari.

Beberapa dari mereka bahkan membawa perlengkapan menjahit saat menunggu, dan menghabiskan sepanjang hari di sana, putus asa untuk tidak melewatkan kesempatan mendapatkan roti hangat.

Bahkan ketika miliaran dolar mengalir ke Afghanistan, korupsi dan dampak perang membuat hidup sebagai perjuangan berat.

Sekarang, perang telah berakhir, tetapi dalam banyak hal, perjuangan malah menjadi semakin berat.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada