Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Setahun kekuasaan Taliban, bagaimana hak-hak perempuan Afganistan direnggut?

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Perempuan yang mengenakan burqa bepergian di atas mobil bak terbuka di jalanan kota Kandahar. Getty Images

Dua belas bulan setelah Taliban kembali mengambil alih kekuasaan di Afghanistan, mereka telah merenggut hampir semua kebebasan yang dirasakan para perempuan negara itu.

Usai kekuasaan Afganistan beralih dari Amerika Serikat ke Taliban pada 15 Agustus tahun lalu, banyak perempuan takut pemerintahan yang baru akan berdampak terhadap kehidupan mereka. Banyak dari ketakutan itu kini menjadi kenyataan.

Baca Juga:

Serangkaian keputusan dan panduan resmi dibuat sebagai bentuk pembatasan ketat secara formal, meskipun cara penerapan dan penegakannya tidak merata di satu daerah dan daerah lainnya.

BBC melihat kembali beberapa momen penting saat hak dan kebebasan perempuan Afganistan direnggut selama setahun terakhir, kadang-kadang melalui perintah formal dan di lain waktu secara lebih halus melalui perubahan aturan lokal.

Presenter saluran berita Afghanistan 1TV, Lima Spesaly, menutup wajahnya sebelum melakukan siaran langsung. Getty Images
Presenter saluran berita Afghanistan 1TV, Lima Spesaly, menutup wajahnya sebelum melakukan siaran langsung.

21 Mei 2022 - Pembawa acara perempuan di TV diperintahkan untuk menutupi wajah

Sembilan bulan setelah Taliban berkuasa, pembawa acara perempuan di televisi diperintahkan untuk siaran dengan wajah tertutup. Presenter TV Tolo, Yalda Ali, mengunggah video di media sosial, sehari setelah pengumuman. Dia berkata, semua rekan laki-lakinya juga mengenakan penutup wajah saat siaran, sebagai bentuk protes atas instruksi Taliban.

Baca Juga:

"Secara tidak langsung mereka menekan kami agar kami berhenti tampil di TV," kata seorang jurnalis yang bekerja di Kabul kepada BBC. Dia tidak ingin disebutkan namanya.

"Bagaimana saya bisa membaca berita dengan mulut tertutup? Saya tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Saya harus bekerja. Saya adalah pencari nafkah untuk keluarga saya."

Adapun pembawa berita di TOLOnews, Farida Sial, berkata kepada BBC, "Kami memang Muslim, kami mengenakan hijab, kami menutupi rambut kami, tetapi sangat sulit bagi seorang presenter untuk menutupi wajahnya selama dua atau tiga jam dan berbicara seperti itu."

Baca juga:

Perempuan yang mengenakan Burqa menerima roti gratis yang didistribusikan sebagai bagian dari kampanye Save Afghans From Hunger. Getty Images
Perempuan Afghan yang mengenakan Burqa menerima roti gratis yang didistribusikan sebagai bagian dari kampanye Save Afghans From Hunger.

7 Mei 2022 - Taliban mewajibkan perempuan menutup wajahnya di tempat umum

Untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, Taliban memerintahkan perempuan Afghanistan mengenakan cadar. "Barangsiapa yang tidak mematuhi perintah tersebut akan melihat pendamping laki-lakinya dipenjara selama tiga hari," begitu bunyi ancaman Taliban.

Perintah Taliban itu juga menyatakan perempuan hanya boleh meninggalkan rumah jika memiliki keperluan. Anggota keluarga laki-laki mereka akan mendapatkan konsekuensi tertentu jika perintah tersebut tidak diindahkan.

"Hati saya hancur ketika orang-orang di jalan menghampiri saya dan meminta saya menutupi wajah," kata seorang pedagang bernama Soraya kepada BBC, setelah Taliban mengumumkan perintah tersebut.

Dia mengatakan Taliban mendatangi toko-toko pakaian perempuan di Kabul untuk melihat apa yang dijual pedagang dan apakah panjang pakaian yang dibuat oleh penjahit sudah memenuhi standar kepantasan terbaru.

"Bahkan penjahit yang saya datangi meminta saya untuk menutup wajah saya sebelum berbicara dengannya," kata Soraya.

Seorang mahasiswa bernama Fereshtah mengatakan teman-teman sekelasnya terpaksa mematuhi perintah itu karena takut.

"Mereka mengaku kepada saya bahwa mereka akan memakai cadar karena ayah mereka telah memperingatkan berbagai akibat jika mereka tidak mematuhi aturan itu."

Layanan 'Pink Shuttle' yang membantu perempuan bepergian dengan aman di Kabul pada 2019. Getty Images
Layanan 'Pink Shuttle' yang membantu perempuan bepergian dengan aman di Kabul pada 2019.

3 Mei 2022 - Larangan mengemudi

Pejabat Taliban di Herat memerintahkan para instruktur mengemudi berhenti menawarkan kursus atau mengeluarkan izin berkendara untuk perempuan. Kelapa Institut Manajemen Lalu lintas di kota itu, yang juga memiliki sekolah mengemudi, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa perintah itu disampaikan secara lisan.

Pemimpin Taliban membantah bahwa keputusan itu dibuat untuk membatasi perempuan, tetapi banyak larangan di tingkat lokal yang diberlakukan secara bertahap selama setahun terakhir.

Perempuan Afghanistan berunjuk rasa di depan Kementerian Pendidikan di Kabul pada 26 Maret 2022, menuntut sekolah menengah untuk anak-anak perempuan kembali dibuka. Getty Images
Perempuan Afghanistan berunjuk rasa di depan Kementerian Pendidikan di Kabul pada 26 Maret 2022, menuntut sekolah menengah untuk anak-anak perempuan kembali dibuka.

23 Maret 2022 - Siswi sekolah menengah tidak boleh bersekolah

Kementerian Pendidikan melakukan perubahan mendadak, melarang para siswi sekolah bersekolah, sehari setelah tahun ajaran baru dimulai. Pimpinan pusat Taliban mengubah pengumuman sebelumnya oleh kementerian, dengan mengatakan rencana 'komprehensif' dan 'Islami' diperlukan untuk mengizinkan anak perempuan kembali ke kelas.

Keputusan itu memicu protes di Kabul dan kecaman luas di luar negeri.

"Mimpi saya adalah masuk universitas dan menjadi dokter," kata siswi kelas 11, Mahvash, yang berusia 17 tahun. Dia berasal dari provinsi Takhar.

Kepada BBC 100 Women, siswi sekolah menengah bernama Rohila mengatakan dia menonton berita setiap hari, berharap mendengar sekolah akan dibuka kembali di daerahnya. Selama berbulan-bulan dia hanya bisa melihat saudara laki-lakinya pergi ke sekolah sementara dia "tertinggal" di rumah.

"Saya merasa sangat sedih karena kami kehilangan hak dasar untuk mendapatkan pendidikan hanya karena kami perempuan."

"Mimpi saya untuk melanjutkan pendidikan sekarang terasa sia-sia," katanya.

Mahasiswa dari Fakultas Teknis dan Ilmu Komputer menghadiri upacara kelulusan mereka di Universitas Benawa di Kandahar pada 17 Maret 2022. Getty Images
Mahasiswa dari Fakultas Teknis dan Ilmu Komputer menghadiri upacara kelulusan mereka di Universitas Benawa di Kandahar pada 17 Maret 2022.

3 Februari 2022 - Mahasiswi boleh menghadiri beberapa kelas di universitas, tetapi dengan pemisahan gender

Beberapa universitas negeri dibuka kembali untuk mahasiswa laki-laki dan perempuan, tetapi sebagian besar menempatkan mereka di ruang kelas terpisah. Di Herat, laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk hadir pada waktu yang berbeda di siang hari.

Seorang pejabat di bidang pendidikan mengatakan mereka ingin kelas dipisahkan berdasarkan jenis kelamin dan kurikulum berdasarkan prinsip-prinsip Islam, dan mahasiswi wajib memakai hijab.

"Saya merasa sangat cemas. Taliban menjaga gedung ketika kami tiba, tetapi mereka tidak mengganggu kami," kata Rana kepada BBC 100 Women, di hari pertamanya kembali ke kelas.

Di universitas yang lebih kecil, mahasiswa berbagi ruang kuliah, tetapi menjaga jarak fisik.

"Banyak hal yang terasa normal, seperti dulu. Perempuan dan laki-laki berada di kelas yang sama karena universitas kami kecil. Laki-laki duduk di depan dan kami duduk di belakang," tambah Rana.

Yang lain lebih skeptis. Seorang mahasiswa dari sekolah kedokteran di Mazar-e-Sharif mengatakan kepada BBC bahwa "kembali ke universitas bukan prioritas lagi".

"Kami kelaparan. Saya perlu membeli buku, pakaian, tapi kami tidak punya uang."

Perempuan Afghanistan mengenakan burqa. Getty Images

Januari 2022 - Taliban memulai kampanye wajib hijab secara resmi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan memasang poster di sekitar Kabul yang menggalakkan pemakaian kerudung hitam dan penutup wajah. Kampanye dalam bahasa Dari, Pashto, dan Arab itu berbunyi, 'Berdasarkan Syariah, seorang perempuan Muslim harus mengenakan hijab'.

Poster-poster itu menampilkan dua gambar hijab yang dianggap dapat diterima: kerudung hitam dan penutup wajah, atau kerudung biru dan penutup wajah.

Perempuan yang mengenakan burqa bepergian di atas mobil bak terbuka di jalanan kota Kandahar. Getty Images

26 Desember 2021 - Perempuan dilarang bepergian sendiri

Taliban memerintahkan perempuan Afghanistan yang ingin melakukan perjalanan jauh melalui jalan darat mengajak pendamping laki-laki untuk menemani mereka.

Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan mengatakan perempuan yang bepergian lebih dari 72 kilometer harus ditemani oleh anggota keluarga laki-laki dekat dan pemilik kendaraan harus menolak memberikan tumpangan bagi perempuan yang tidak mengenakan penutup kepala atau wajah.

"Saya merasa sangat tidak nyaman," kata Fatima, seorang bidan yang tinggal di Kabul. "Saya tidak bisa keluar sendiri. Apa yang harus saya lakukan jika anak saya sakit dan suami saya tidak ada? Taliban merampas kebahagiaan kami. Saya telah kehilangan kebebasan dan kebahagiaan saya."

Seorang perempuan Afghanistan merapikan kerudung presenter berita sebelum rekaman di stasiun televisi Zan TV di Kabul pada Mei 2017. Getty Images
Seorang perempuan Afghanistan merapikan kerudung presenter berita sebelum rekaman di stasiun televisi Zan TV di Kabul pada Mei 2017.

17 September 2021 - Jurnalis perempuan di Kabul dilarang bekerja

Federasi Jurnalis Internasional mengatakan para jurnalis perempuan dilarang bekerja dan 153 kantor media tutup sejak Taliban berkuasa, termasuk koran, radio, TV, dan situs-situs berita.

Mantan jurnalis TOLOnews, Anisa Shaheed, salah satu reporter ternama di Afghanistan, adalah satu dari banyak jurnalis yang memutuskan untuk kabur.

Pada 2021, dia dinobatkan sebagai Jurnalis Tahun ini dan "wajah kebebasan berpendapat" oleh Pusat Kebebasan Berbicara Afghanistan. Anisa Shaheed juga salah satu yang masuk daftar BBC 100 women tahun 2021.

"Di puncak perubahan dan keputusasaan, saya berharap bisa melihat kedamaian di Afghanistan. Dan saya berharap saya bisa kembali ke kampung halaman saya, rumah saya, dan pekerjaan saya," kata dia.

Perempuan berunjuk rasa menentang pembatasan Taliban. Getty Images
Perempuan berunjuk rasa menentang pembatasan Taliban.

19 September 2021 - Pegawai pemerintah kita dirumahkan

Pejabat Taliban memerintahkan pegawai perempuan di Kantor Pemerintah Kota Kabul dirumahkan. Mereka mengumumkan hanya pegawai yang posisinya tidak bisa digantikan oleh laki-laki saja yang bisa kembali bekerja untuk sementara, termasuk beberapa pegawai di departemen desain dan teknik, serta petugas di toilet umum perempuan.

17 September 2021 - Kementerian Perempuan dibubarkan

Satu bulan setelah merebut kekuasaan, pemerintahan baru Taliban membubarkan Kementerian Perempuan dan diganti menjadi Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan, lembaga yang menurunkan polisi moral ke jalan pada zaman Taliban berkuasa puluhan tahun lalu.

Dulu, polisi moral itulah yang menghajar perempuan yang menurut mereka tidak berpakaian sopan atau yang terlihat pergi ke luar tanpa pendamping laki-laki.

Pegawai perempuan yang bekerja di Kementerian Perempuan mengatakan kepada BBC bahwa mereka tidak bisa bekerja di gedung itu lagi.

"Tidak ada perempuan yang boleh berada di sana lagi," kata salah satu pegawai. "Kami semua punya tanggung jawab terhadap keluarga. Kami berpendidikan dan tidak mau membatasi diri kami hanya berkutat di rumah saja."

Perempuan Afghanistan bermain kriket di Herat pada 9 Desember 2015. Getty Images
Perempuan Afghanistan bermain kriket di Herat pada 9 Desember 2015.

8 September 2021 - Taliban menyatakan perempuan tidak usah terlibat dalam olahraga

Para perempuan Afghanistan dilarang terlibat dalam berbagai kompetisi setelah Kepala Komisi Budaya Taliban, Ahmadullah Wasiq, menyatakan olahraga bagi perempuan itu tidak pantas dan tidak perlu.

"Dalam kriket, mereka mungkin berhadapan dengan situasi di mana wajah dan badan mereka tidak bisa ditutupi. Islam tidak memperbolehkan hal itu," kata Wasiq.

Saat Kabul jatuh ke tangan Taliban, kriket profesional untuk perempuan diambang kehancuran. Kini, kebanyakan atletnya berada di luar negeri dan berjanji akan tetap bermain kriket.

Sahar sudah bermain untuk tim lokal sepak bola selama tiga tahun. Namun, ketika Taliban berkuasa, dia dan keluarganya bersembunyi, sebelum akhirnya diterbangkan ke negara lain.

"Keluarga saya di sepak bola, teman-teman dan guru-guru saya, sangat besar," kata dia kepada BBC 100 Women.

"Saya harus berhenti bermain dan saya sangat sedih. Ketika saya melihat seragam, sepatu, dan bola, saya bisa menangis."

"Saya punya banyak harapan dan mimpi untuk masa depan saya. Saya ingin sukses sampai tidak ada lagi orang yang bisa mengatakan perempuan itu tidak bisa main bola."

Menteri Dalam Negeri Taliban Sirajuddin Haqqani dan Wakil Perdana Menteri Taliban Abdul Salam Hanafi menghadiri upacara kelulusan untuk anggota baru polisi Afghanistan di akademi kepolisian di Kabul. Getty Images
Menteri Dalam Negeri Taliban Sirajuddin Haqqani dan Wakil Perdana Menteri Taliban Abdul Salam Hanafi menghadiri upacara kelulusan untuk anggota baru polisi Afghanistan di akademi kepolisian di Kabul.

7 September 2021 - Taliban mengumumkan semua anggota kabinet adalah laki-laki

Taliban mengumumkan semua anggota kabinet adalah laki-laki. Pada pemerintahan sebelumnya, dalam satu waktu, pernah ada empat menteri perempuan, dengan dua gubernur perempuan memerintah di Afghanistan.

Anggota Taliban menghentikan perempuan berunjuk rasa untuk hak-hak mereka di Kabul. Getty Images
Anggota Taliban menghentikan perempuan berunjuk rasa untuk hak-hak mereka di Kabul.

5 September 2021 - Taliban membubarkan demo perempuan

Taliban membubarkan demonstrasi yang dilakukan oleh puluhan perempuan di Kabul, yang memprotes hak mereka untuk kembali bekerja. Pasukan Taliban menggunakan gas air mata dan semprotan merica untuk mengendalikan demonstrasi perempuan yang digelar di ibu kota dan di Herat.

Aktivis Razia Barakzai mengikuti beberapa demo yang menuntut hak perempuan itu.

"Saya merasa harus melakukan sesuatu dan bukan menunggu orang lain untuk bertindak. Saya memutuskan ikut berdemo meskipun banyak risikonya," kata dia.

"Di hari pertama turun ke jalan, di sekitar gerbang istana, kami diserang, tapi karena kami diliput media, kami bisa terus berdemo."

"Saya berharap suatu hari nanti kita bisa melihat Afghanistan yang ada di mimpi para perempuan yang berjiwa bebas dan terus memperjuangkan keadilan," kata Razia.

Nama-nama dalam laporan ini sudah diubah demi melindungi identitas mereka.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada