Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Mhd. Zakiul Fikri mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk membatalkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Pasalnya, banyak desakan yang menyuarakan penolakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Zakiul mengatakan, jika mantan Presiden Jokowi dapat menerbitkan perpu untuk mengakomodasi kebutuhan orang kaya, Presiden Prabowo bisa melakukan hal yang sama. Menerbitkan sebuah perpu untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ini saatnya Prabowo meninggalkan bayang-bayangan Jokowi, dengan menerbitkan perpu untuk membatalkan kenaikan tarif PPN 12 persen dalam UU HPP dan saatnya berpihak pada masyarakat menengah ke bawah,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Rabu, 25 Desember 2024.
Menurut dia, tarif PPN dapat diubah menurut Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tarif bisa diturunkan menjadi 5 persen atau maksimum naik di 15 persen. Selama 10 tahun terakhir, kata dia, keberadaan perpu dalam politik Indonesia bukan hal yang langka. Sebagai contoh, Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kepentingan Pajak. Perpu ini dibuat untuk mengakomodasi rencana tax amnesty.
Kenaikan tarif PPN 12 persen akan diberlakukan per 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato mengatakan naiknya tarif PPN sampai 12 persen merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Kebijakan kenaikan PPN 12 persen banyak mendapat penolakan, salah satunya melalui petisi di laman Change.org. Hingga Selasa, 31 Desember 2024, petisi yang diinisiasi Bareng Warga tersebut sudah ditandatangani sebanyak 200.313 orang.
Inisiator kelompok Bareng Warga Risyad Azhar menegaskan akan terus mengumpulkan sebanyak-banyaknya warga dan meminta partisipasi publik untuk menolak kebijakan PPN 12 persen. "Konsolidasi dengan banyak pihak terus dilakukan menjelang 1 Januari nanti hingga setelahnya,” kata Risyad ketika dihubungi pada Selasa, 24 Desember 2024.
Risyad menyebut kelompok Bareng Warga menyiapkan rencana boikot dan panduan ketika menghadapi kenaikan biaya jika PPN 12 persen tetap diterapkan. Selain itu, tim hukum Bareng Warga juga menyiapkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU HPP untuk ditinjau kembali terutama kebijakan PPN 12 persen.
Daniel Ahmad Fajri dan Yudono Yanuar berkontrubusi dalam penulisan artikel ini.