Ketiga tuntutan itu masing-masing adalah, pertama, mendesak pemerintah pusat agar memprioritaskan penanganan konflik Maluku. Kedua, agar mendesak pemerintah pusat segera memulangkan pengungsi di Kota Ambon ke desa asal mereka. Tuntutan terakhir adalah agar kembali mempertimbangkan pasal 126 UU Nomor 22 Tahun 1999 yang akan menyeragamkan status desa di Indonesia menjadi kelurahan.
Menurut Lucky, ketiga tuntutan itu sangat penting dan menjadi perhatian serius para wakil rakyat memperjuangkan nasib rakyat di Ambon yang kini berada dalam keadaan porak-poranda. Apalagi, saat ini diperkirakan jumlah pengungsi di Ambon telah mencapai angka sekitar 50 ribu-an orang. Jika tidak ditangani secara serius, kondisi ini berpotensi melahirkan gejolak-gejolak sosial baru. Karena itu, para wakil itu terus mendesak dan memberikan tekanan politik kepada pemerintah pusat agar segera menangani persoalan tersebut.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah persoalan terusiknya kekuasaan para raja di Ambon dengan pemberlakuan UU Nomor 22 tahun 1999. Undang-undang ini, terutama pasal 126, mengisyaratkan pengubahan status desa di Indonesia menjadi kelurahan. Akibatnya, kekuatan hukum adat yang selama ini mendominasi pemerintahan di tingkat desa akan menjadi macan ompong yang tak lagi bergigi.
Jika status kelurahan itu jadi diberlakukan secara serentak di Indonesia, menurut Lucky, Fraksi PDI-P DPRD Ambon meminta pemerintah memberi pengecualian terhadap desa-desa di Ambon. Alasannya, desa-desa di Ambon itu berbeda dengan desa-desa di daerah lain di Indonesia. Dia sendiri menilai bahwa kekuatan hukum adat bisa saja dilucuti dengan pemberlakuan UU tersebut, serta membuat kekuatan hukum adat semakin tidak berdaya. Padahal, hukum adat itu begitu kental dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Ambon.
Lucky juga menyatakan, pihak DPRD II Ambon sesungguhnya telah menyurati pemerintah pusat untuk melakukan revisi terhadap pasal tersebut. Namun, hingga diberlakukannya undang-undang tersebut, belum ada tanda-tanda dari pemerintah untuk mengubahnya. (Friets Kerlely)