Syamsul Nursalim telah ditetapkan sebagai tersangka dan dicekal ke luar negeri sejak 22 Desember lalu karena diduga telah menerima dan menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp10,9 triliun. Menurut Mulyo, pada 15 Oktober 1997, rekening Giro PT BDNI yang bersaldo debet Rp 89,7 miliar tidak dapat dilunasi dalam waktu 1 x 24 jam. Kemudian Syamsul sebagai presdir PT BDNI lalu mengajukan permohonan ke BI dan mendapat persetujuan untuk bersaldo debet.
Bahkan, kata Mulyo, Syamsul tetap dapat mengikuti kliring sampai 24 Oktober 1997. Padahal saat itu posisi saldo debet PT BDNI sudah mencapai Rp 638 miliar. Namun BI masih menyetujui fasilitas diskonto tahap I dan II, ditambah lagi dengan fasilitas Surat Berharga Pasar Uang Khusus yang seluruhnya berjumlah Rp 10,9 triliun. Kemudian, pada 14 Februari 1998 PT BDNI di masukkan dalam daftar BTO (Bank Take Over). “Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 10,9 triliun,” kata Mulyo. Sementara PT BDNI sendiri tidak bisa membayar kerugian tersebut.
Karena itu, menurut Kapuspenkum, Syamsul Nursalim dikenai ancaman hukuman selama 20 tahun penjara atau denda sebesar Rp 30 juta. Ini sesuai dengan pasal 1 ayat 1 sub a UU No 3/1971 tentang tindak pidana korupsi. Rencananya, hari ini Syamsul Nursalim akan diperiksa Jaksa penyidik Suhartoyo dan Sudibyo Saleh.
Menurut Sudibyo Saleh kepada Tempo Interaktif lewat telepon, tersangka saat menemui dirinya tadi pagi mengaku masih belum menunjuk kuasa hukumnya. Syamsul, kata dia, mengaku tidak mengetahui bahwa pemeriksaan dirinya sebagai tersangka harus didampingi kuasa hukum. “Karena sebagai tersangka, maka pemeriksaan kami tunda sampai dia menunjuk kuasa hukum,” katanya. (Nurakhmayani)