Dalam gugatannya, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Komite Advokasi Pemakaian Anti Kenaikan LPG (KAPAK LPG) menyatakan kebijakan kenaikan harga LPG sebesar 40 persen yang ditetapkan pada 2 November 2000-- itu merugikan konsumen.
Sehubungan dengan itu, KAPAK LPG telah mengajukan gugatan terhadap keputusan tersebut. Dengan menempatkan Pertamina dan Pemerintah selaku Dewan Komisaris Pertamina sebagai tergugat.
Isi gugatan class action tersebut pada pokoknya menegaskan bahwa Surat Keputusan (SK) kenaikan harga bahan bakar gas tersebut cacat houum. Karena itu, KAPAK LPG meminta agar SK tersebut dicabut. Dengan harapan harga bahan bakar gas kembali seperti semula yaitu seharga Rp 18.000.
Persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Jakarta Pusat antara KAPAK LPG selaku wakil konsumen pemakai LPG dengan Pertamina yang diwakili kuasa hukumnya Risnawati, berlangsung cukup ramai. Bahkan, beberapa pengunjung sidang sempat berteriak-teriak, sampai-sampai Ketua Majelis Hakim harus memperingatkan peserta sidang untuk tidak ribut.
Menanggapi dakwaan tersebut, Risnawati mengatakan sesungguhnya gugatan tersebut salah alamat. Seharusnya, kata dia, gugatan tersebut tidak ditujukan ke peradilan umum (dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat), melainkan harus diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesuai Undang-undang No. 5 tahun 1986.
Sementara itu juru bicara KAPAK LPG, Hotma Timbul Hutapea mengatakan, jawaban dari kuasa hukum tergugat yang menyatakan bahwa gugatan tersebut salah alamat adalah tidak benar sama sekali. Karena berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, paparnya, gugatan class action merupakan wewenang dari peradilan umum.
Pada akhir sidang, Ketua Majelis Hakim memutuskan sidang ditunda selama seminggu untuk mendengarkan jawaban dari penggugat. Rencananya, sidang tersebut baru akan dilanjutkan kembali pada 6 Februari mendatang.(Ervan Fauzi)