Pernyataan tersebut dikemukakan Arbi menanggapi gagalnya pertemuan empat tokoh nasional, malam sebelumnya. Staf pengajar FISIF UI ini secara terus terang menyesalkan gagalnya pertemuan tersebut. Kegagalan itu terjadi karena sikap egoistik pemimpin kita, kata Arbi.
Seperti diketahui, atas inisiatif kelompok Cipasung, empat pemimpin nasional diupayakan untuk bertemu secara informal untuk membicarakan persoalan-persoalan bangsa. Keempat tokoh tersebut masing-masing Presiden Abdurrahman Wahid, Wapres Megawati Sukarnoputri, Ketua MPR Amien Rais, dan Ketua DPR Akbar Tanjung.
Arbi menilai, hingga saat ini, adanya pertemuan empat tokoh merupakan sesuatu yang penting. Diharapkan, dari pertemuan itu para pemimpin dapat kembali menyamakan visinya untuk membawa kemajuan kepada bangsa ini.
Selama ini, kata Arbi, keempat pemimpin itu memang telah dipilih oleh rakyat. Tapi, masing-masing, tambahnya, jalannya ngalor-ngidul. Tidak pernah ada satu pun yang memiliki visi yang sama tentang bangsa ini, kata staf pengajar UI ini.
Sementara menganggapi adanya usulan DPA agar Presiden Wahid menyerahkan kekuasaannya kepada Wapres, Arbi mengatakan, usulan tersebut merupakan sesuatu yang tidak masuk akal. Usulan itu, kata dia, merupakan suatu usaha untuk memojokkan Presiden. Dengan usulan itu, dikesankan yang bersalah hanya Presiden saja, kata Arbi.
Padahal, jelas Sanit, pada era sekarang, kekuasaan tidak lagi terpusat di tangan presiden. Kekuasaan, kata dia, selain dipegang oleh presiden juga digenggam oleh DPR yang menjalankan fungsi legislatif dan Wakil Presiden yang mengemban tugas pemerintahan sehari-hari. Jadi kalau mau objektif, tidak bisa hanya Presiden yang disalahkan, ujarnya.
Senada dengan Arbi, Penasehat Hukum Presiden, Luhut Pangaribuan, menilai bahwa usulan DPA meminta Presiden menyerahkan kekuasaannya kepada Wapres merupakan usulan yang sarat dengan kepentingan politis. Ia membandingkan, usulan serupa tidak pernah diberikan DPA kepada Presiden BJ Habibie. Padahal, saat itu desakan yang meminta Presiden Habibie mundur juga banyak sekali, kata Luhut. (Oman Sukmana)