Secara khusus Munarman menjelaskan bahwa dalam kasus Tanjung Priok, Kejagung telah melakukan manipulasi jangka waktu dan pengarahan proses penyidikan ke rehabilitasi dan kompensasi. Dan, sampai saat ini belum ada pemanggilan terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam kasus tersebut, kata dia.
Munarman juga mengatakan, permintaan Kejaksaan Agung kepada Kontras melalui surat nomor : B-79/E/Ejp/02/2001 untuk menghubungi sembilan orang calon Penyidik Ad Hoc merupakan manipulasi dan penggelapan prosedural terhadap proses penyidikan yang sedang berlangsung. Penyidik Ad Hoc bentukan Kejagung itu tidak menyertakan unsur masyarakat seperti yang diusulkan Kontras dan Keluarga Besar Korban Priok.
Akal-akalan pihak Kejagung, tuding Kontras, semakin jelas pada soal jangka waktu penyidikan yang tak jelas kapan awal dan akhir penyidikan. Merujuk ke UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, batas waktu penyidikan adalah 90 hari setelah hasil penyelidikan diterima (14 Oktober 2000) dan dinyatakan lengkap (14 hari setelah diterima) oleh penyidik. Munarman mengatakan, dalam konteks sekarang, berarti masalah tersebut sudah lampau. Dan tampaknya Kasus Priok akan kembali gelap seperti kasus-kasus pelanggaran HAM lain yang sampai kini tak jelas penanganannya, kata dia.
Saat ini pihaknya sedang mengusulkan ke Komnas HAM agar Penyidik Ad Hoc untuk Kasus Priok dan Timor Timur dibentuk oleh DPR dan merekalah yang akan menjadi guide penyidikan.
Dalam proses penyidikan sendiri, Tim Penyidik selalu menawarkan kompensasi dalam bentuk ganti rugi uang terhadap korban. Munarman menegaskan bahwa penyidik tidak berwenang untuk menawarkan kompensasi seperti itu.
Pada akhir siaran persnya, Kontras meminta agar Marzuki Darusman untuk segera mundur dari jabatan Jaksa Agung karena kinerjanya yang buruk serta tidak mampu melepaskan diri dari kepentingan politik partisan. (Yudopramono)