Kedatangannya ke Makodam itu, jelas Prabowo, adalah untuk memberi saran dan masukan kepada Sjafrie mengenai kondisi keamanan negara yang sedang memburuk. Namun, kata dia, keputusan tetap dilakukan oleh Sjafrie selaku Pangdam Jaya. “Ini tergantung dari perkembangan. Dan perlu ditegaskan, saya hanya memberi saran dan masukan saja,” kata menantu bekas Presiden Soeharto ini.
Prabowo menjelaskan pengendalian keamanan saat itu lebih di dominasi oleh Pangdam Jaya, Sjafrie Sjamsudin. Pihaknya hanya menempatkan beberapa orang staf Kostrad di Posko Kodam.
Menjawab pertanyaan anggota Pansus, Prabowo mengaku memang pernah terlintas di pikirannya bahwa memang ada satuan kecil yang dikendalikan oleh satuan asing atau kekuatan domestik yang berlawaan dengan misi pemerintah pada saat itu. Tetapi saat itu ia mengaku tidak memiliki data-data yang kuat atas dugaannya tersebut. “Karena itu tidak bisa meyakini dan tidak bisa secara jujur bertanggung jawab atas hipotesa itu, jadi tidak saya kemukakan,” ujar Prabowo.
Sementara itu di luar ruangan Pansus, sekitar 20 orang yang tergabung dalam Kontras, Jaker (Jaringan Kesenian Rakyat) dan Keluarga Mahasiswa Trisakti mendesak Pansus Trisakti, Semanggi I dan II untuk merekomendasikan para Jenderal dan pelaku pelanggaran HAM Trisakti dan Semanggi ke Pengadilan HAM. Mereka merekomendasikan untuk membentuk pengadilan HAM guna mengadili semua kasus kekerasan yang dilakukan militer.
Kelompok ini menolak dilakukannya peradilan militer, sebab selama ini dianggap sebagai lembaga impunity (yang melindungi) bagi para pelakunya.
Sampai berita ini diturunkan mereka masih menunggu di depan ruang sambil berharap dapat bertemu langsung dengan Prabowo. (Nurakhmyani)