Dalam aksi itu, mereka membawa 12 kayu berbentuk batu nisan. Nisan-nisan itu bertuliskan Soeharto wafat 28-02-01, Mahkamah Agung wafat 28-02-01, Golkar wafat 28-02-01, Kejaksaan Agung wafat 28-02-01, TNI-Polri dead, Kesejahteraan Rakyat wafat 11-03-66, Hak Asasi Manusia (HAM) mati 11-03-65, DPR/MPR wafat 28-02-01, keluarga Cendana wafat 28-02-01, Demokrasi wafat, Elite Politik wafat 01-03-01 dan Hukum wafat 11-03-66.
Ke-12 batu nisan itu kemudian dibuang ke air mancur HI dan ditaburi bunga sebagai lambang kematian demokrasi. “Ini menandakan bahwa sistem hukum telah mati dan nama-nama yang tertera di batu nisan tersebut adalah pihak yang tidak pernah menegakkan supremasi hukum,” kata humas Jarkot, Musa Arrahman kepada TEMPO Interaktif, Rabu.
Selain membawa batu nisan, mereka juga membentangkan baliho berukuran 4x6 meter. Baleho yang berbunyi Mahkamah Rakyat itu letakkan di bundaran. Baleho itu juga mencantumkan sejumlah dosa-dosa Soeharto dan kroni-kroninya, berupa dosa politik, HAM dan ekonomi.
Aktivis Jarkot yang terdiri dari Forkot (Forum Kota), Komite Aksi Mahasiswa (KAM) Jakarta, Front Nasional, Komite Aksi Perlawanan Rakyat (Kapera), Kesatuan Pelajar Jakarta (KPJ) dan Pemuda Pengamen Jakarta (PPJ) itu juga menggelar orasi dan membagi-bagikan selebaran kepada pengguna jalan.
Akibat aksi yang berjalan cukup tertib itu, seputar Jl. M.H. Thamrin sempat macet total. Sementara puluhan aparat kepolisian yang bersiaga di seputaran HI hanya mengawasi dari pinggiran jalan. (Adi Mawardi)