Pernyataan Megawati ini dikutip Wakil Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsudin, dan disampaikan kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (28/2). Pernyataan itu sendiri disampaikan Mega dalam pertemuannya dengan PP Muhammadiyah sesaat sebelumnya.
Hadir dalam pertemuan tersebut, Ketua PP Muhammadiyah Akhmad Syafii Ma'arif, para Wakil Ketua PP, yaitu Malik Fajar, Din Syamsuddin, Rosyad Sholeh dan Amin Abdullah. Juga tampak pimpinan Muhammadiyah lainnya, yaitu Guru Besar Ilmu Tata Negara Universitas Indonesia, Ismail Suny. Pertemuan yang semula dijadwalkan hanya 30 menit, akhirnya berlangsung hingga satu jam.
"Sangat clear, saya bekerja sama dengan Abdurrahman Wahid selama ini hanya sebatas tugas saya sebagai Wakil Presiden," ujar Mega, seperti dikutip Din. Mantan Dirjen Binapenta ini mengaku, dirinya merekam dengan jelas pernyataan tersebut.
Konteks pernyataan Mega tersebut, kata Din, disampaikan ketika pada kesempatan itu Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan pernyataan sikapnya atas berbagai konflik yang dialami Indonesia belakangan ini. Mulai dari tragedi Sampit hingga konflik di kalangan elite politik nasional. Pernyataan sikap yang sama juga dibacakan Rosyad Sholeh kepada wartawan, usai pertemuan.
Salah satu butir pernyataan yang keras, adalah : Muhammadiyah memandang kepemimpinan nasional yang ada sudah tidak lagi memiliki legitimasi moral dan sosial yang diperlukan untuk melaksanakan pemerintahan yang efektif dan amanah. Karena itu, diperlukan adanya kearifan dan keikhlasan serta kenegarawanan untuk secara 'legowo' memungkinkan terjadinya upaya penyelamatan kepemimpinan nasional.
Wartawan kemudian mendesak berkali-kali, apakah dengan pernyataan tersebut, PP Muhammadiyah menuntut Presiden Abdurrahman Wahid mundur dari jabatannya. Namun, dengan suara keras, Syafii Ma'arif membantahnya. "Muhammadiyah menginginkan penyegaran situasi politik. Apakah akan menimbulkan pergantian, itu urusan MPR," tandasnya.
Ma'arif juga tidak bersedia mengatakan bahwa kedatangannya kali ini, berarti PP Muhammadiyah mendukung Megawati sebagai Presiden. "Ini 'kan Muhammadiyah. Muhammadiyah itu menggunakan kata-kata yang santun. Muhammadiyah tidak mendukung atau menjatuhkan," tambah dia.
Meski demikian, Wakil Ketua Malik Fajar mengungkapkan keyakinannya bahwa Megawati memang tampak lebih siap menjadi presiden. "Sudah dua kali dicalonkan oleh partainya, dikukuhkan sebagai (calon) presiden. Jadi tidak perlu menanyakan apakah beliau (Mega) siap atau tidak," ujarnya.
Ketika ditanya tentang sikap elite politik muslim yang pernah menentang Megawati sebagai calon Presiden karena ia wanita, giliran Ma'arif yang buru-buru menyanggah. "Muhammadiyah tidak pernah mempersoalkan apa jenis kelamin. Amien (Rais, Ketua MPR; tokoh Muhammadiyah) juga tidak pernah mempersoalkan. Itu fiqh kuno," ujar tokoh yang juga anggota dari Dewan Pertimbangan Agung itu
Sementara Malik menyanggah jika dikatakan para pimpinan Muhammadiyah memanfaatkan kesempatan ketika Presiden sedang bepergian. "Kita minta waktu sudah lama. Ini teknis saja. Baru diterima sekarang." Ditambahkan oleh Din, selama ini para pemimpin pusat Muhammadiyah sudah sering melakukan pertemuan dengan Presiden. Namun, pertemuan-pertemuan itu lebih sering hanya berupa senda gurau belaka. "Sekarang, persoalan bangsa sudah tidak bisa (ditangani) pakai senda gurau lagi," ujarnya (Kurie Suditomo/Oman Sukmana)