Sepanjang tidak diminta, menurut mantan Menhankam, TNI akan memberikan kesempatan kepada politisi sipil. Tapi bila melihat kemungkinan bubarnya negara kesatuan atau konflik yang membawa jutaan korban, kemudian rakyat sebagai pemegang kedaulatan minta tolong kepada TNI, maka TNI pasti akan turun tangan.
Edi yang berada di Bali untuk membuka Konferensi Daerah Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Bali itu menyatakan, permintaan rakyat sekaligus menjadi batas toleransi TNI terhadap krisis politik saat ini. Bila keadaan makin parah, Ketua Umum PKP ini malah melihat mandat itu perlu diberikan sesegera mungkin. Mekanismenya, mandat bisa diberikan melalui wakil-wakil rakyat di DPR.
Menanggapi kekhawatiran, bahwa mandat semacam itu bisa kembali memunculkan militerisme di Indonesia, Edi menyebut, mandat harus diberikan dengan batasan yang tegas. "Misalnya, batas waktunya dibatasi hanya antara 2 sampai 3 tahun. Jadi, jangan memberikan cek kosong, nanti dimanfaatkan sampai 30 tahun," jelasnya. Gagasan ini, menurut dia, malah sudah digulirkan PKP di DPR.
Sementara itu, Edi menilai jalan keluar terbaik dan termurah untuk menyelesaikan krisis politik saat ini, adalah bila Gus Dur bersedia menyerahkan manajemen pemerintah ke Wapres. Gus Dur kemudian hanya mengurus masalah-masalah makro. Dia setuju, konsep pembagian itu mendudukkan Gus Dur sebagai Kepala Negara dan Megawati sebagai Kepala Pemerintahan.
Bagi PKP, tegas Edi, yang penting adalah elite politik sungguh-sungguh memperhatikan masalah bangsa yang mendesak. Yakni, tuntasnya krisis politik, keamanan dan ekonomi. Persoalan akan lengser atau tidak nya Gus Dur lewat Sidang Istimewa MPR, menurut dia, harus mengacu pada UU nomor 3 tahun 1978. Di situ sudah ada aturan yang jelas mengenai mekanisme SI yang harus melewati memorandum I dan memorandum II di DPR. "Kita serahkan saja ke mekanisme konstitusional itu," kata dia. (Rofiqi Hasan)