Soal kompromi politik, lanjut Pramono, sebenarnya dalam Sidang istimewa tahun 1999 sudah termaktub pada TAP MPR No.VIII Tahun 1999 yang membahas pembagian tugas antara presiden dan wakil presiden. Jadi, jika ada pernyataan yang menyangsikan kemampuan Wapres untuk menjadi kepala pemerintahan, PDI-P menganggap bahwa hal tersebut merupakan peringatan dari seorang kawan. Walaupun ada konsekuensi politiknya, hal itu tidak akan ditanggapi dengan emosional dan serius.
Sebelumnya, Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa selama ini Keppres No. 12 Tahun 2000 tentang pelaksanaan tugas kepala pemerintahan sehari-hari oleh Wakil Presiden tidak berjalan. Tugas tersebut selalu dikembalikan kepadanya. “Dengan Keppres 121 saja tidak jalan, Wapres bolak-balik kembali kepada saya. Apakah kalau didelegasikan kepada wapres bisa jalan?” ujar Presiden Wahid seperti dikutip Wakil Ketua Fraksi Utusan Golongan Siswono Yudhohusodo.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Sekjen PDI-P Roy Janis menyatakan, kalaupun Presiden menanyakan sanggup-tidaknya Megawati untuk menjadi kepala pemerintahan, seharusnya dilihat saja dari cara Megawati mengkonsolidasi dan mengatur pendukungnya yang sebanyak 35 juta orang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. “PDI-P memakai ukuran dukungan rakyat. Jadi lihat saja kesanggupan Mbak Mega (mengatur pendukungnya),” ujar Janis.
Pernyataan yang agak keras menanggapi ucapan Gus Dur tersebut datang dari Arifin Panigoro yang menyatakan bahwa ucapan Gus Dur merupakan cermin ketakutannya terhadap Megawati. Hal itu bisa dilihat sejak mereka menjadi rival saat pemilihan presiden. Jadi, dengan cara apa pun, Gus Dur berupaya untuk mendiskreditkan Megawati.(Sri Wahyuni)