Montolalu membantah laporan para tersangka yang menyatakan telah disiksa bahkan disodomi. Kata Montolalu, semuanya adalah fitnah, karenanya, kami akan melakukan tindakan hukum balik bahwa dia melakukan fitnah."
Menurut Montolalu, pernyataan tersangka tersebut sudah merupakan hal yang biasa, terutama dalam kasus-kasus yang serius. Cara tersebut merupakan trik para tersangka yang biasanya muncul di pengadilan. Tujuannya supaya mementahkan hasil pemeriksaan polisi, ujarnya. Rencananya, Montolalu akan memroses pidana para tersangka itu dengan tuduhan melakukan fitnah.
Apa bukti penyidik tidak menyiksa tersangka? Kata Montolalu, selama pemeriksaan, terdakwa selalu didampingi penasihat hukum. Polisi memiliki rekaman video selama pemeriksaan. Montolalu meminta para terdakwa melakukan visum, termasuk pemeriksaan dubur, untuk menguatkan pernyataan mereka. Visum merupakan syarat utama untuk membuktikan adanya siksaan pada diri seseorang.
Sebagaimana diberitakan Koran Tempo kemarin (4/4), delapan terdakwa kasus peledakan bom Bursa Efek Jakarta dan penggranatan Kedutaan Besar Malaysia bersama pengacara mereka dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia Indonesia (PBHI) telah mendatangi Komnas HAM dan melaporkan penyiksaan yang dilakukan aparat Kepolisian pada saat mereka ditangkap, disidik, diperiksa dan ditahan.
Seusai pertemuan dengan Sekjen Komnas HAM Asmara Nababan, Komnas beranji akan segera melakukan pengecekan untuk mengetahui kebenaran laporan tersebut. Menurut Asmara, Komnas HAM bisa mengintervensi pengadilan dengan menunda persidangan. Hal ini karena persidangan menjadi pengadilan sesat bila aparat memperoleh keterangan dari tersangka dengan kekerasan. Penasehat Hukum para tersangka, Johnson Panjaitan, waktu itu meminta Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi, dengan alasan tindakan aparat kepolisian tersebut bukan hanya perbuatan melanggar hukum, tetapi juga melanggar HAM dan prinsip kemanusiaan. (Erwin Z)