Mereka menilai, berbagai peristiwa yang terjadi terhadap rakyat Aceh sejak pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM), pasca DOM, Operasi Pasukan Rajawali, Operasi Sadar Rencong I dan II, dan yang lainnya telah membawa dampak yang sangat menyengsarakan rakyat Aceh. A. Jabar, koordinator lapangan Fomapak, mengatakan Operasi Militer Terbatas (OMT) telah menyimpang dari tujuan semula. “OMT yang dimaksudkan untuk penegakan hukum di Aceh, sebenarnya hanya melaksanakan pembantaian rakyat Aceh,” kata dia.
Ekses dari semua itu telah menimbulkan rasa ketakutan yang luar biasa. Rakyat Aceh tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Anak-anak tidak dapat sekolah, dan mengungsi ketempat-tempat yang dianggap aman.
Mereka juga menekan AS agar mau mendesak RI untuk menarik pasukan yang telah ditempatkan di ExxonMobil Lheoksiumawe. Menurut mereka, tempat tersebut telah dijadikan markas untuk melakukan eksekusi dan pembantaian masyarakat sipil oleh TNI/Polri. Selain itu, pengunjuk rasa mendesak negara-negara yang mempunyai Hak Veto di Dewan Keamanan PBB untuk segera melakukan intervensi penyelesaian kasus Aceh. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah berlanjutnya aksi kekerasan yang dilakukan oleh TNI/Polri terhadap masyarakat sipil di Aceh. (Yus Ediyana Hilmi)