Hal itu diungkapkan Sosiolog UI, Dr Imam Prasodjo, dalam seminar “Pendidikan Nasional dan Politik dalam Rangka Mendukung Terciptanya Suatu Masyarakat dan Pemerintah yang lebih Demokratis dan Berkeprikemanusiaan” di Hotel Century Park, Jakarta (19/4).
Negosiasi yang tidak produktif, kata Imam, akan menyebabkan konfrontasi pada tataran massa. Pelaksanaan memorandum II, hendaknya menghindari cara voting (pengambilan suara terbanyak). ”Saya kuatir voting akan menyebabkan miss-komunikasi,” ujar anggota KPU terpilih ini.
Namun demikian, keputusan dalam dialog perlu disetujui oleh semua pihak. Penyampaian isi dialog kepada masing-masing massanya diharapkan tidak berbeda pada pertemuan rekonsiliasi. ”Elite harus disiplin pada hasil pembicaraannya,” harapnya.
Dia mencontohkan tradisi demokrasi AS dalam melakukan mediasi selalu tanpa kekerasan. Meski pada proses mediasi sering terjadi perdebatan alot, tetapi usai pertemuan politisi AS saling bersalaman dan tertawa. ”Ini tradisi bagus yang perlu ditiru politisi kita,” ungkapnya.
Tidak mustahil pihak militer akan menjadi satu-satunya harapan masyarakat akibat perseteruan konflik elite politik berkepanjangan. Karena akhir-akhir ini masyarakat mendambakan situasi ‘ketenangan’ Orde Baru. ”Elite politik kita tak mempunyai mimpi atas bangsanya. Bagaimana mungkin politisi kita menjalankan mimpi rakyatnya,” tegas dia. Bangsa Indonesia, kata Imam, belum mengambangkan the art of loving dan sikap toleransi antarsesama. (Jhonny Sitorus)