Mereka menilai bahwa perselisihan antartokoh dan golongan yang tengah terjadi telah menjurus kepada perpecahan dan perselisihan di tingkat bawah yang sulit dikendalikan. “Sudah saatnya seluruh perselisihan antarpelbagai golongan dan tokoh saat ini dinilai dari ukuran yang lebih besar dari sekedar kepentingan sempit,” demikian petikan pernyataan sikap mereka yang dibacakan Prof Dr Siti Chamamah. Jika kepentingan sempit yang menjadi ukuran, lanjut Chamamah, maka yang akan menjadi korban adalah seluruh bangsa, rakyat kecil dan orang-orang lemah.
Kelompok ini juga menyatakan keprihatinannya terhadap krisis berkepanjangan yang tengah melanda Indonesia. Krisis ini telah membuat jutaan anak Indonesia kekurangan gizi dan tidak mendapat pendidikan yang layak. “Kenaikan jumlah orang miskin menunjukkan bahwa kehidupan tidak dihormati,” ujar Chamamah. Namun demikian, tambahnya, orang-orang kecil telah berjuang untuk bertahan hidup, memuliakan kehidupan dan berusaha mengatasi kesulitan. “Mestinya para pemimpin belajar dari mereka,” tegas Chamamah.
ICRP mengawatirkan bila semua pihak bersikap kaku, intoleran dan tidak menahan diri maka “kiamat Indonesia” akan terjadi. Mereka menyerukan lima butir seruan moral kepada para pemimpin lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif yang antara lain menyerukan agar para pemimpin menyelamatkan bangsa dari perselisihan, memikirkan rakyat kecil, menunjukkan sikap kenegarawanan dan kekompakan dengan mengatasi perbedaan yang ada, menyusun prioritas dalam pelaksanaan pemerintahan, dan tidak membohongi rakyat dengan mensia-siakan harapan mereka.
Hadir dalam pertemuan itu antara lain HS. Dillon, Djohan Effendi, Uskup Agung Semarang, Mgr I Suharyo, Bikkhu Sukhemo dan Ulil Abshar Abdalla, dari ICRP. Mereka diterima langsung oleh Ketua DPR, Akbar Tandjung, yang didampingi Wakil Ketua DPR AM Fatwa. (Arinto Wiryoto dan Sudrajat)