Sikap IMF ini, menurut Emil, dinyatakan saat ia bersama dengan Penasehat Presiden Bidang Ekonomi lainnya: Widjojo Nitisastro dan Frans Seda, bertemu dengan wakil IMF beberapa hari lalu. Hasil pembicaraan dengan IMF ini telah dilaporkan kepada Presiden Wahid dan Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri.
Dalam revisi APBN tersebut, kata Emil, IMF juga tidak bersikap kaku. Misalnya soal kenaikan harga BBM ditunda dari 1 Juni 2001 ke tanggal 15 juni atau 1 Juli 2001. IMF juga menekankan agar defisit dapat dikembalikan ke sekitar defisit APBN 2001 asli yang sebesar Rp 52 trilliun.
Jika diperkirakan ada pengunduran tanggal pemberlakukan kenaikan BBM, perlu ada pendapatan negara yang harus dinaikkan lagi. Misalnya melalui Pendapatan Pertambahan Nilai atau pengeluaran lain lebih dikurangi lagi.
Menurut Emil, bagi IMF tidak ada sesuatu yang mutlak. Yang penting adalah adanya program revisi APBN 2001 yang masuk akal (kredibel). Kredibilitas ini penting karena sekarang sudah ada kelambatan lima bulan (Desember 2000-Mei 2001). Kesepakatan yang seharusnya dicapai dengan IMF bulan Desember 2000 ternyata hingga sekarang belum tercapai.
Kredibilitas ini juga perlu, karena pimpinan IMF di Indonesia atau Asia Pasifik harus menyampaikannya kepada Board of Executive Directors (BED) IMF, yang mewakili semua anggota IMF.
Di kalangan BED IMF, dewasa ini ada beberapa masalah yang diprihatinkan mengenai Indonesia, yakni pertama, harapan agar revisi APBN 2001 adalah kredibel. Mereka juga mengharapkan agar pemerintah Indonesia tidak melanjutkan rencana menerbitkan obligasi internasional dengan jaminan penerimaan pemerintah dari hasil ekspor sumber daya alam atau aset lainnya.
Selanjutnya IMF berharap agar pemerintah Indonesia bersedia menerima rekomendasi dari panel mengenai amandemen UU Bank Indonesia, terutama mengenai pasal 75 yang bisa diatasi melalui pelaksanaan tugas Dewan Pengawas (Supervisor Board) Bank Indonesia.
Emil menyatakan, bila berbagai masalah ini bisa diiselesaikan pemerintah, tim IMF bersedia datang di Indonesia dalam waktu secepatnya sesuai dengan undangan pemerintah, tanpa menunggu adanya kesepakatan revisi APBN 2001 oleh DPR. (Dian Novita)