Sebenarnya, menurut Hilal, perbaikan Kepmenaker 150 Tahun 2000 ke dalam Kepmennaker 78/2001 hanya pada poin atau pasal yang krusial. Penyusunan perubahan tersebut juga telah melibatkan seluruh elemen masyarakat dan unsur-unsur pemerintahan. Serikat pekerja diwakili Lembaga Komunikasi Sosial Tripartit Depnakertrans dan Forum Komunikasi Serikat Pekerja. Selama dialog berbulan-bulan, menurut Hilal, Serikat Pekerja selalu membuat deadlock sehingga penyusunan tidak ada hasilnya.
Meski demikian, Menakertrans menjelaskan, hambatan itu tidak begitu dipersoalkan karena aspirasi pekerja dan unsur-unsur maupun lemen masyarakat lainnya sudah dapat mewakili. Seperti Lembaga Swadaya masyarakat (LSM), pengusaha, pekerja, intelektual, masyarakat industri luar negeri, duta besar asing, Kamar Dagang Indonesia (Kadin). "Jadi banyak kalangan yang sudah dilibatkan untuk mengambil pertimbangan. Ini, kita anggap sudah mewakili," ungkap dia.
Desakan kelompok buruh untuk mencabut Keputusan itu, menurut Hilal, tetap akan diakomodasikan. Berdasar dialog terakhir dengan para buruh pada 16 Mei di Kantor Depnakertrans, disepakati untuk mempertimbangkan hasil pembicaraan. Disimpulkan untuk merevisi pasal 35 A Kepmenaker No 78 Tahun 2001 yang berisi tentang peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama antara perusahan dan investor maupun perusahaan dan buruh. Rencananya, pengumuman revisi akan dilakukan pada hari ini, Kamis (31/5) pukul 13.00 WIB.
Menurut Hilal, inti persoalan yang banyak dipermasalahkan para buruh adalah pada kecenderungan permintaan pesangon dan bonus bagi buruh. Pada Kepmenaker 78/2001 ada ketentuan tentang pembedaan pemberian pesangon bagi buruh mengundurkan diri baik-baik dan mendapatkan kasus sehingga dikeluarkan atau di-PHK (Pemutusan Hubungan kerja).
Menakertrans sebenarnya menganggap Kepmenaker 78/2001 sudah cukup untuk diberlakukan. Karena sesungguhnya dalam keputusan itu tidak ada pengurangan hak-hak buruh yang diatur dalam Kepmenaker 150/2000. Kecuali yang memang pada dua hal itu. Berbeda ketika buruh yang melakukan unjukrasa mogok tanpa mengindahkan peraturan perundangan sudah dianggap mangkir. "Tidak bisa orang melakukan unjukrasa semaunya sendiri, kegiatan-kegiatan yang sebetulnya justru tidak hanya merugikan perusahaan, tapi juga buruh-buruh lainnya. Ini kan tidak bisa jadi teladan," tukas dia.
Pemberlakuan Kepmenaker 78/2001 ini bukan bermaksud menerapkan peraturan yang tidak asuk akal. Karena ini justru menjadi yang lebih rasional atas kerancuan-kerancuan (moral hassart) untuk kepastian kepada investor asing. “Supaya unpredictable cost dihindarkan sebesar mungkin," kata Menakertrans. (E. Karel Dewanto)