Keterangan ini, menurut Kapolri, untuk menghindari kesimpangsiuran dan penafsiran informasi soal pergantian Kapolri. Pada pukul 15.30 WIB sore, menurut Bimantoro, ia diperintahkan menghadap Presiden. Di Istana, Gus Dur mengemukakan bahwa karena desakan beberapa LSM dan sebagian besar ormas, dirinya dituntut untuk mengganti Kapolri.
“Kalimat beliau: Saya tidak dapat mempertahankan Pak Bimantoro lagi, silakan Pak Bimantoro mengajukan surat pengunduran diri, saya akan menunjuk Wakapolri. Wakapolri itulah yang akan melaksanakan tugas-tugas Kapolri,” tutur Bimantoro menirukan ucapan Presiden Wahid.
Atas permintaan itu, Kapolri menjawab, bukan kapasitasnya untuk mengajukan surat permohonan pengunduran diri karena masalah pergantian Kapolri harus dalam persetujuan DPR. “Yang kedua, saya bertanggung jawab terhadap apa yang saya lakukan sebagai Kapolri, bukan saya mundur, tapi saya pertanggungjawabkan,” ungkapnya tegas.
Namun, imbuhnya, bila presiden memang berkehendak menggantinya atau menugaskan orang lain sebagai Kapolri, ia mempersilakan tapi dengan melalui prosedur yang ada.
“Dengan demikian, selama tidak ada penggantian Kapolri secara resmi, melalui prosedur yang sudah ada, saya akan tetap melaksanakan tugas-tugas sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tandasnya sambil keluar ruangan dan disambut ucapan selamat dan applaus dari wartawan yang hadir.
Di luar ruangan, Kapolri menjelaskan, Presiden Wahid akan mengganti Kapolri dengan Wakapolri, namun bukan Wakapolri yang ada saat ini, Komisaris Jendral polisi Panji Atma Sudirdja. Ia mengaku belum mengetahui siapa yang akan ditunjuk Gus Dur sebagai Wakapolri yang menjadi kandidat Kapolri.
Ketika ditanya apakah Inspektur Jendral Polisi Andi Chaerudin Ismail (Kepala Sekolah Pimpinan Polri) yang akan menggantikannya? Kapolri enggan menjawab. Tapi, ditegaskannya, ia sudah menyiapkan struktur organisasi baru yang diserahkan kepada Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri.
Usai Kapolri memberikan keterangan persnya, giliran Kepala Pusat Penerangan Polri, Irjen (Pol.) Didi Widayadi menambahkan keterangannya. Menurut dia, posisi Polri tetap sebagai alat negara dan bukan alat pemerintah. “Tapi, prosedur untuk penunjukan Kapolri berdasarkan Tap MPR Nomor VII tahun 2000, presiden mengangkat dan memberhentikan kapolri atas persetujuan DPR,” cetusnya.
Selain itu, imbuh Didi, pergantian struktur Polri mengacu Keppres Nomor 54 tahun 2001 yang berlaku sejak 25 April 2001, tentang pemekaran struktur organisasi di tubuh Polri. Dalam struktur baru itu, posisi Wakapolri ditiadakan dan diganti menjadi Sekretaris Jendral. Apalagi, posisi Wakapolri selama ini diserahkan kepada Wanjakti yang mengaturnya. Jadi, ia menandaskan, posisi wakapolri saat ini dinyatakan sebagai wakapolri transisi.
Apakah dengan demikian, presiden telah melanggar Keppresnya sendiri dengan pengangkatan wakapolri baru untuk mengganti Kapolri? Kapuspen mengangkat tangan sambil mengernyitkan dahi. Ia pun memasuki mobilnya.
Suasana di Mabes Polri sendiri, ketika berembus kabar Kapolri diganti tampak tegang. Kapuspen meminta para wartawan untuk menjaga kontak. Tapi, wartawan yang menunggu Kapolri dari Istana di Gedung Utama Mabes Polri diusir petugas provost dengan tidak simpatik. Penjagaan terlihat ekstra ketat. Hanya saja, wartawan tak mau kehilangan akal dengan mengontak Kapuspen untuk melobi anggota provost agar diperbolehkan tetap menunggu di dalam ruangan.
Kondisi ini jauh berbeda dengan sambutan yang diberikan Kapolri ketika disambut wartawan. Ia tampak melambaikan tangan dan dengan simpatik meminta wartawan menunggu sampai selesai rapat. Ia memimpin rapat jajaran Polri untuk menjelaskan pemberhentian dirinya. (Istiqomatul Hayati)