Menurut Zumrotin, selama ini subsidi BBM yang diberikan pemerintah tidak sampai sasaran. “Dan bila subsidi tersebut dilanjutkan hingga beberapa tahun ke depan, tidak akan menjamin kehidupan ekonomi masyarakat membaik,” ujar dia. Namun Zumrotin mempertanyakan mekanisme yang akan diberlakukan pemerintah seandainya rencana tersebut dilakukan. “Hal itu perlu dipikirkan mengingat berdasarkan pengalaman, semua mekanisme yang dipakai pemerintah selalu bisa dinakali,” ujar dia.
Dengan kebijakan yang bagus tersebut, sayangnya, selama ini pelakasannya tidak pernah jujur. “Minimal berempati kepada masyarakat miskin,” katanya. Jadi dalam hal ini, papar dia, dituntut kesadaran pelaksananya. Sebab tanpa kesadaran, apa pun mekanisme yang dipakai akan selalu dinakali.
Zumrotin menjelaskan, pada dasarnya YLKI setuju atas rasionalisasi harga BBM. Namun momennya harus tepat. Artinya, ekonomi masyarakat berada pada posisi yang baik. Tetapi dalam kondisi yang sulit seperti ini, lanjut dia, apakah akan ada jaminan dari pemerintah bahwa dengan kenaikan harga BBM maka harga barang tidak akan naik. “Kalau pemerintah menjamin, enggak apa-apa,” ujar dia.
Yang bisa dilakukan pemerintah, lanjut dia, adalah memberikan sounding (informasi) kepada masyarakat atas kenaikan harga BBM. “Meskipun secara dangkal, tapi itu penting sebagai bentuk transparansi pemerintah,” ujar dia.
Dalam hal ini, pemerintah perlu menjelaskan kepada masyarakat bahwa apabila harga BBM dinaikkan, dampaknya positif dan negatifnya apa. Begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, meskipun masyarakat tidak akan menerima, namun mereka tahu posisi pemerintah. “Sebab bagaimana pun, masyarakat pasti tidak akan terima bila harga BBM dinaikkan,” tutur dia. (Retno Sulistyowati)