Menurut Hikayat, ancaman tersebut merupakan alternatif terakhir selama Kepmenakertrans (Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) Nomor 78/2001 dan Nomor 111/2001 tidak dicabut. Mereka juga menolak setiap pembahasan apapun mengenai kedua peraturan yang dianggap merugikan buruh tersebut.
Presiden Abdurrahman Wahid, kata Hikayat, tetap bersikukuh untuk memberlakukan kedua peraturan tersebut. Presiden, lanjutnya, tidak menyanggupi permintaan SPSI agar Kepmenaker Nomor 150/Tahun 2000 diberlakukan kembali.
"Presiden menyatakan bahwa ada tendensi jika kedua peraturan tersebut dicabut dapat mengurangi masuknya modal-modal baru dari luar negeri," ungkap Hikayat mengulangi argumen Presiden. Kendati telah ditolak, SPSI bertekad untuk meneruskan perjuangan.
SPSI kemudian melontarkan usulan kepada Presiden Wahid agar pelaksanaan kedua peraturan tersebut ditunda, hingga diberlakukannya dua undang-undang ketenagakerjaan yang baru. Kedua peraturan tersebut, kata Hikayat, adalah undang-undang tentang perlindungan tenaga kerja dan undang-undang tentang perselisihan kerja, dan masih kini masih dibahas di DPR.
"Itu urusannya DPR," kata Presiden seperti yang dikutip oleh Hikayat. Namun, Gus Dur mempersilakan agar buruh memberikan sumbangan pemikiran mengenai hal-hal yang menjadi keberatan para buruh dalam bekerja. Tanggapan presiden ini, ujar Hikayat, menunjukkan masih ada niat positif dari pemerintah untuk memperhatikan buruh.
Presiden, kata Hikayat, tidak memberikan tanggapan apa-apa mengenai mogok nasional tersebut. SPSI sendiri sangat kecewa dengan penolakan Presiden terhadap pencabutan kedua Kepmenakertrans itu. Hikayat sendiri berharap, "pemerintah dapat menemukan solusi yang lebih arif bagi penyelesaian masalah kaum buruh."
Perwakilan SPSI, terdiri dari utusan beberapa daerah seperti Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung dan Sulawesi Tengah, menghadap Presiden selama kurang lebih satu jam, sejak pukul 11.00 WIB
Seperti yang telah diberitakan, aksi buruh semakin memanas akibat diberlakukannya kedua peraturan tersebut. Senin (11/6) lalu, demo buruh dilakukan di depan Istana Kepresidenan dan Istana Wapres. Namun saat itu, mereka tidak berhasil menemui presiden maupun wakil presiden. Kedua pejabat negara tersebut tidak bisa menemui mereka dengan alasan kesibukan masing-masing. (Dara Meutia Uning)