Kasus Trisakti, Semanggi I dan II dinilai Kontras merupakan pelanggaran berat HAM yang seharusnya diadili lewat pengadilan HAM ad hoc. Mereka menilai kasus tersebut sudah bukan merupakan tindak pidana biasa, tapi sudah dipayungi kebijakan politik untuk melakukan tindakan represif dari pimpinan TNI/Polri."Pengadilan militer hanya akan mengadili pelaku-pelaku di lapangan, bukan perwira menengah atau tinggi," ujar Usman.
DPR yang seharusnya hanya merekomendasikan mekanisme pengadilan, menurut mereka telah menyalahgunakan kewenangannya, sehingga DPR saat ini cenderung menentukan kualitas pengadilan, yaitu apakah pengadilan biasa, militer atau HAM. "Ini seharusnya tugas Komnas HAM, bukan DPR," katanya yang pada konferensi pers tersebut didampingi oleh Tim relawan Untuk Kemanusiaan Adi Prasetyo. Komnas HAM sendiri telah menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM.
Menurut Kontras, kegagalan parlemen membawa kasus ini ke Pengadilan HAM, "KPP HAM macet dalam penyelidikan karena diantara anggotanya ada yang mementahkan hasil sidang paripurna," ujarnya. Informasi ini, kata Usman, didapat dari Sekjen Komnas HAM Asmara Nababan.
Kontras menduga adanya konspirasi antara militer dengan DPR untuk memblokade proses penyelesaian dan mekanisme yang sedang berjalan. Dalam hal ini mekanisme berdasarkan UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM. "DPR telah menjadi lembaga pelanggeng kekebalan hukum terhadap pelaku," katanya sambil menggerakkan tangannnya.
Kontras mempertanyakan Komnas HAM perihal kejelasan lebih lanjut atas pembentukan lebih lanjut KPP HAM untuk ketiga kasus tersebut yang telah sepakati dalam rapat paripurna Komnas HAM 5 Juni lalu. "Untuk itu kami minta KPP HAM harus segera menentukan anggotanya, sehingga KPP HAM dapat segera bekerja," pintanya.
Ketika ditanya Tempo apa usaha yang akan dilakukan berkaitan dengan digelarnya sidang peradilan militer, ia menjawab bahwa akan kembali menekan Komnas bersama dengan komponen mahasiswa, LSM lain dan keluarga korban menuntut peradilan HAM Ad hoc. (Kurniawan)