Sebelas terdakwa yang diajukan dalam persidangan itu antara lain Ipda Erick Kadir, Bripda Raul da Costa, Bharada Suparwanto, Bripda Joko Irwanto, Bripda Tedy Iskandar, Bripda Anang Yulianto, Bripda Cahyo Nugroho, Bharada Langgeng Sugianto, Bharada Idad Musadad (sudah meninggal dunia), Bharada Santoso dan Bripda Dominggus Pinto (Disersi).
Majelis hakim terdiri dari Letkol Laut (KH) A.R Tampubolon (hakim ketua), Letkol CHK Anton R. Saragih (hakim anggota I), dan Letkol Laut (KH/W) Sinoeng Harjanti (hakim anggota II). Setelah pembacaan dakwaan oleh ouditur militer, Tampubolon menanyakan kepada seluruh terdakwa apakah mengerti dakwaan yang dibacakan. Terdakwa secara serentak menjawab: “Tidak mengerti”. Jawaban itu kontan ditanggapi mahasiswa yang hadir pada persidangan itu dengan kata-kata yang menunjukkan ketidakpuasan.
Kemudian, ouditur militer meminta ketua majelis hakim untuk meringkas dakwaannya. Secara umum, oditur militer menjelaskan, dakwaan disusun secara kumulatif yang terdiri dari dua, dakwaan I dan dakwaan II. Masing-masing dakwaan tersebut terdiri dari dua alternatif. Dakwaan I, alternatif pertama adalah pasal 338 KUHP jo 35 tentang tindak pidana merampas nyawa orang lain. Alternatif kedua adalah pasal 170 KUHP jo 2 tentang penggunaan kekerasan yang menyebabakan kematian pada orang lain.
Dakwaan II, altenatif pertama adalah pasal 350 KUHP ayat 1 tentang penganiayaan. Sementara alternatif kedua adalah pasal 170 KUHP ayat 1 jo 1 tentang kegiatan yang menyebabkan luka-luka pada orang lain.
Atas permintaan terdakwa, eksepsi terhadap dakwaan tersebut, sepenuhnya diserahkan kepada penasehat hukum yang terdiri dari Hotma Sitompoel, Ruhut Sitompul dan beberapa perwira dari Badan Pembinaan Hukum Polri. Sebelum persidangan diakhiri, Hotma meminta kepada majelis hakim untuk membacakan pernyataan sikap dari para terdakwa. Pernyataan sikap ini, lanjut Hotma, bukan merupakan eksepsi atas dakwaan yang baru saja dibacakan. Permintaan ini ditolak majelis hakim. “ Ini persidangan terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi. Jadi keberatan terdakwa harus dimasukkan ke dalam eksepsi,” ujar Tampubolon.
Setelah berunding beberapa saat, tim kuasa hukum terdakwa meminta waktu sepuluh hari kepada majelis hakim untuk menyusun eksepsi dakwaan oditur militer. Sidang akan dilanjutkan pada hari Kamis (28/6) mendatang dengan agenda mendengarkan eksepsi terdakwa.
Dalam kesempatan tersebut, civitas akademika Universitas Trisakti mengeluarkan pernyataan sikap yang pada intinya menginginkan agar kasus Trisakti, Semanggi I dan II diselesaikan melalui pengadilan HAM. Selain itu, mereka juga mendesak Pansus untuk lebih menelaah peran DPR untuk mengajukan usulan kepada Presiden untuk membentuk pengadilan HAM Ad hoc. Hal ini, ujar mereka, telah ditentukan dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Mereka juga mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi Trisakti, Semanggi I dan II yang merupakan pelanggaran HAM berat (gross violation of human rights). (Arinto Wiryoto/Dede Ariwibowo)