Mereka juga meminta Komnas HAM melakukan investigasi serta membentuk tim pencari fakta atas tindak kekerasan aparat terhadap buruh di Bandung, Jawa Barat. Ketiga fungsionaris PRD tersebut adalah Sekjen KPP PRD, Petrus H Hariyanto; Ketua KPW PRD Jawa Barat, Natalia Scholastika Chaniago; dan Ketua Bidang Pendidikan KPP PRD, Djoko Purwanto. Mereka diterima oleh tiga anggota Komnas HAM, BN Marbun, Sugiri dan Nur Anwar.
Dalam pengaduannya tersebut, Petrus menuturkan, aparat kepolisian terus melakukan teror dan aksi perburuan terhadap para aktifis PRD di Bandung. Menurut dia, tindakan polisi itu seperti tindakan represif aparat kepolisian di zaman Orde Baru yang menuduh PRD sebagai dalang kerusuhan peristiwa 27 Juli. “Tindakan kekerasan ini bukanlah modus baru yang dilakukan oleh aparat keamanan. Tindakan ini adalah fakta, bukti sisa Orde Baru masih bercokol kuat hingga saat ini. Karena itu, kami meminta Komnas HAM pro aktif, karena kami cemas tindakan ini akan berlanjut terus,” kata Petrus.
Menanggapi permintan dan tuntutan, BN Marbun mengatakan, Komnas HAM pada dasarnya tidak setuju dengan tindakan represif, teror dan penganiayaan. Marbun yang datang terlambat dalam pertemuan itu, karena sebelumnya mengikuti pembukaan Seminar di Kejaksaan Agung, menegaskan bahwa aparat kepolisian harus bertanggung jawab atas tindakannya. “Tidak hanya secara simbolik, tapi juga harus konkret secara hukum. Komnas sangat menyesalkan tindakan aparat keamanan. Kami akan mengirim surat ke Kapolda Jabar dan Kapolwiltabes Bandung untuk meng-cross check data-data,” tegasnya.
Di akhir pertemuan, Marbun meminta ketujuh kader PRD yang masih ditahan polisi di Bandung untuk memberikan kesaksiannya apabila mereka disiksa, sehingga memudahkan Komnas HAM untuk mengkonfirmasikannya kepada pihak kepolisian. Marbun juga sempat mengungkapkan bahwa dirinya akan menemui Kapolri untuk membicarakan banyak kasus pelanggaran HAM yang selama ini terjadi termasuk tindakan refresif aparat kepolisian tadi. (Siti Marwiyah)