Hasyim berharap Sidang Istimewa (SI) nanti bisa dijadikan sebagai alat rekonsiliasi nasional. Menurutnya, SI merupakan sarana yang tepat dan konstitusional. Sebagai lembaga kemasyarakatan, NU tidak akan merambah ke persoalan teknis pembahasan SI. Ia hanya mengharapkan adanya power sharing atau pembagian kekuasaan dalam SI MPR tersebut sesuai dengan ketentuan konstitusi. Menurutnya, jika tidak ada konsensus nasional dalam SI, konflik politik tidak akan pernah selesai.
Hal senada juga dikemukakan oleh ormas yang lain, diantaranya Ketua Umum PB Matlaul Anwar, Irsyad Djuwaeli, Wakil Ketua PP Muhammadiyah, Din Samsudin dan Ketua PB Jam’iyah Al Wasliyah, Hazidin. Menurut Din Samsudin, pada masa lalu islam berlaku sebagai pemersatu, terutama menghadapi perbedaaan suku bangsa. Namun akhir-akhir ini, ia melihat islam digunakan sebagai alat politik demi kepentingan sesaat. “Ada ketidakharmonisan antar umat islam,” ujarnya kepada Komisi VI DPR.
Din melihat ormas-ormas islam mempunyai sentimen kultural. Baik Din maupun Hasyim sependapat bahwa masalah bangsa ini sebaiknya ditangani melalui jalur pendidikan. Hasyim meminta agar Komisi VI mengawasi atau memperbaiki kondisi pendikan Indonesia yang melupakan pembangunan moral karena hal ini mengancam Indonesia ke depan sehingga harus cepat ada perbaikan. “Sakit ini sudah multi-dimensional,” kata Hasyim.
Tentang pengrusakan fasilitas milik Muhammadiyah di Jawa Timur, Hasyim, mengatakan sebenarnya para ulama telah mencoba untuk mengatasi hal tersebut. Namun usaha tersebut, kata Hasyim, ada yang berhasil dan ada juga yang gagal. Ia meminta agar masalah ini sebaiknya diselesaikan oleh aparat keamanan karena sampai sekrang belum bisa diketahui pemicu yang mengakibatkan kejadian tersebut. (Anggoro Gunawan)