Fraksi PDI P melalui juru bicaranya Erwin Muslimin Singaruju mengemukakan, permintaan DPR melalui surat nomor KD 02/3462/DPR RI/2001 yang berisi permintaan tujuh fraksi untuk mempercepat SI MPR dari jadwal yang ditetapkan semula, harus didasarkan pada proses konstitusional. Surat Bamus DPR yang mewakili tujuh fraksi DPR itu tidak dapat menjadi dasar percepatan SI. “Karena Bamus DPR bukan suatu institusi yang berdaulat untuk mengambil keputusan yang mengikat, terutama untuk mempercepat SI MPR dari jadwal yang sudah ditentukan semula,” kata Erwin.
Ia mengatakan, usul yang disampaikan tujuh fraksi melalui Bamus DPR, belum memenuhi syarat yang diatur oleh Tap MPR nomor III/MPR/1978, kecuali terjadi ancaman keselamatan negara. Artinya, F-PDIP berpendapat tidak menutup kemungkinan digelarnya SI di luar jadwal 1 Agustus mendatang. “Namun hal itu baru mungkin terjadi, kalau keadaan yang sungguh-sungguh mengancam keselamatan negara benar-benar terjadi dengan suatu parameter konstitusional obyektif yang diterima oleh masyarakat,” ujarnya.
Pihaknya mengusulkan agar pimpinan dan fraksi-fraksi MPR memantau perkembangan situasi yang terjadi di dalam masyarakat, supaya MPR dapat mengambil tindakan yang cepat dan tepat pada waktunya. Juru bicara F Partai Golkar, Freddy Latumahina menyatakan, fraksinya pada dasarnya juga menyetujui percepatan SI MPR, namun apabila terjadi hal-hal yang benar-benar mengancam keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara. Mengenai waktu percepatan SI, fraksi itu menyerahkan kepada pimpinan MPR yang juga merupakan pimpinan BP MPR untuk menetukan kapan percepatan SI MPR tersebut. Hal senada juga disampaikan Fraksi Utusan Golongan dan F-PP.
Jubir Fraksi Reformasi Patrialis Akbar menyatakan, percepatan SI MPR dapat dilakukan sebelum tanggal 20 Juli ini. Ia mengatakan, apabila Presiden Wahid melakukan pelantikan Kapolri baru, memberhentikan Panglima TNI dan stafnya, dan membekukan DPR, pihaknya meminta pelaksanaan SI MPR sebelum tanggal 20 Juli. Selain itu, Fraksi Reformasi meminta kepada anggota BP MPR untuk memberi mandat kepada pimpinan MPR dalam menentukan kapan waktu pelaksanaan percepatan SI itu.
Fraksi TNI/Polri melalui juru bicaranya Mardiono mengungkapkan, rencana percepatan SI MPR sesungguhnya menimbulkan perdebatan baru. Pihaknya menganggap belum cukup alasan yang kuat adanya ancaman terhadap negara yang mengganggu integritas keamanan negara. Namun demikian, pihaknya mengaskan apabila sebelum 1 Agustus 2001 keamanan dan integritas bangsa terancam, Fraksi TNI/Polri menyerahkan rencana percepatan SI kepada pimpinan majelis.
Pendapat berbeda diungkapkan oleh FKB yang dibacakan oleh Nur Iskandar Arbasani dan FPDKB yang dibacakan Seto Aryanto. Dikatakan, usul yang disampaikan tujuh fraksi melalui Bamus DPR, bukanlah merupakan suara institusi DPR. Menurut FKB, masalah seperti ini harus dikembalikan ke DPR untuk segera diselesaikan dan dibicarakan di dalam lembaga DPR, sehingga menjadi suara institusi DPR. Sedangkan menurut FPDKB, percepatan SI MPR tidak memiliki dasar dan landasan.(Jhony Sitorus)