Presiden mengharapkan perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak berhenti sampai di situ. “Akankah mati HAM itu?” tanya juru bicara Kepresidenan, Wimar Witoelar mengutip presiden di Bina Graha, Selasa (10/7). Presiden mengajak masyarakat untuk memberikan masukan terhadap penyelesaian masalah kasus HAM tersebut. Namun secara teknis, akan diminta pada orang-orang yang mempunyai kewenangan secara teknis.
Hari ini, Senin kemarin (9/7), DPR memutuskan pengadilan biasa untuk penyelesaian kasus tersebut usai mendengar laporan dari Ketua Pansus Trisakti dan Semanggi I-II, Panda Nababan. Sebenarnya, menurut Nababan, dalam pansus berkembang tiga pendapat. Pendapat pertama merekomendasikan Komisi Penyilidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia HAM (KPP HAM) dibentuk untuk menyelidiki kasus ini. Akan tetapi menurut ketua Pansus ini, hal tersebut terbentur kepada UU Nomor 26/2000 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc.
Dalam Undang-undang tersebut, Komnas hanya berhak melakukan penyelidikan pro justisia. Pendapat yang kedua, Pansus merekomendasikan Presiden untuk mengeluarkan Keppres Pengadilan Ham Ad Hoc. “Usulan ini tampak sejalan dengan Undang-undang nomor 26/2000,” jelas Panda di Rapat Paripurna. Akan tetapi setelah melalui voting akhirnya Pansus menyetujui opsi ketiga yaitu merekomendasikan kasus penembakan ini diselesaikan melalui pengadilan biasa, yaitu pengadilan militer.
Keputusan Pansus tersebut mengecewakan pengunjung sidang. Salah satunya adalah Ny. Sumarsih, orangtua salah seorang korban Semanggi I, melemparkan telur dari balkon sisi kanan luar sidang. (Dian Novita/Anggoro Gunawan)