Rapat Pimpinan (Rapim) mendadak itu, merupakan reaksi dari langkah-langkah Presiden Abdurrahman Wahid sehubungan dengan pernyataannya untuk menindak secara hukum Kepala Polri (non-aktif) Jenderal Pol. S. Bimantoro dan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Pol. Sofyan Jacob.
Dalam rapim yang berlangsung selama sejam itu, Amien Rais, menjelaskan bahwa berdasarkan saran dan pandangan dari Badan Pekerja (BP) MPR dalam rapat pada 9 Juli lalu, maka pimpinan MPR pada rapat sore ini akhirnya mengambil lima butir keputusan. Pertama, pimpinan MPR mengundang seluruh anggota MPR yang sudah berada di Jakarta untuk tidak meninggalkan tempat. “Kita pantau situasi dari jam ke jam, bukan lagi hari ke hari,” jelas Amien. Kedua, lanjut Amien, para anggota lembaga tertinggi negara yang masih berada di daerah diminta segera menyiapkan diri.
Hal ini, kata Amien lagi, dimaksudkan untuk memudahkan apabila sewaktu-waktu kehadiran mereka diperlukan untuk Sidang Istimewa. Ketiga, tambah Amien, kepada pimpinan 11 fraksi MPR, juga diminta untuk segera menghubungi para anggota fraksinya dalam kaitan rapat paripurna penyelenggaraan SI MPR. Keempat, dijelaskan Amien, pimpinan MPR meminta presiden untuk tidak mengambil tindakan yang akan memperburuk situasi. Terakhir, pimpinan MPR mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk mempercayakan pemecahan persoalan bangsa ini lewat jalur konstitusional. “Kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang,” imbuhnya.
Ketika ditanyakan lebih lanjut, kapan waktu penyelenggaraan SI menyinggung situasi politik yang kian terpuruk, Amien hanya berkomentar,”Hari-H ditentukan oleh delapan pimpinan MPR.” Sementara itu, Wakil Ketua MPR-RI yang juga Ketua Umum PKB, Matori Abdul Jalil yang dicegat wartawan usai rapat itu mengatakan bahwa kekisruhan di tubuh Polri, adalah salah satu alasan yang menyebabkan suasana semakin tidak kondusif. “Tapi masalahnya waspada saja, belum pada siaga,” ujar Matori tanpa menjelaskan lebih jauh maksud dari tingkat waspada yang disebutkannya itu. (Arinto Wiryoto)