Menjawab pertanyaan wartawan di Yogyakarta, Sabtu (21/7) siang, Mahfud menyebut ada tiga problem yuridis yang berkait dengan SI MPR. Pertama, MPR menganggap Presiden telah melanggar Tap MPR No. VII/1999 dengan mengangkat Jenderal Pol. Chaeruddin Ismail sebagai Pejabat Sementara Kepala Polri. Menurut Mahfud, kalau ini yang jadi pangkal persoalan, mestinya harus melalui prosedur Memorandum I dan Memorandum II, "Yang terjadi adalah, belum ada peringatan, langsung SI MPR."
Problem kedua, berdasar Tap MPR No. II/1999, Sidang Paripurna merupakan bagian dari Sidang Istimewa, Sidang Umum atau Sidang Tahunan. Kali ini yang terjadi adalah, sidang paripurnanya sudah digelar, sementara sidang istimewanya belum, "Padahal, rapat paripurna adalah cara melaksanakan SI.”
Problem ketiga, MPR nantinya akan kesulitan mengambil keputusan karena berdasar pasal 87 Tap MPR No. II/1999 mensyaratkan kehadiran semua fraksi untuk mengambil keputusan. "Kenyataan yang terjadi sekarang adalah dua fraksi tidak hadir pada SI MPR. Inilah problem yuridis yang bisa saya tangkap," tegas Mahfud.
Apakah itu berarti SI MPR kali ini tidak sah? "Saya tidak bicara sah dan tidak sah. Saya hanya ingin menunjukkan adanya problem yuridis. Dalam kondisi seperti saat ini, bisakah SI MPR mengambil keputusan yang fundamental," tanya Mahfud.
Sejak awal Mahfud memang menekankan bahwa ia hanya berbicara dari sisi yuridis. Mahfud sama sekali tidak bicara dari sisi politis. "Kalau (sisi) politisnya, itu hak MPR. Sebagai pemegang kedaulatan rakyat, (MPR) bisa menentukan apa saja," ujarnya. Menjawab pertanyaan tentang rencana ketidakhadiran Presiden Wahid di SI MPR, Mahfud menyatakan belum menganggapnya seperti itu. Gus Dur datang atau tidak ke SI MPR, menurut Mahfud, tergantung ke arah mana nantinya SI itu bergulir.(Heru CN)