Menurut Pagar Alam, penembakan akan dilakukan polisi bila anarkis karena Polri terpaku pada keselamatan bangsa dan negara. Ia menegaskan, Mabes Polri tidak mengambil sikap pro dan kontra kepada presiden tetapi yang penting bagaimana mengamankan negara dari ancaman bahaya. Pagar Alam menjelaskan, dirinya sudah mencoba mengadakan hubungan dengan PJS Kapolri Jendral (Pol.) Chaeruddin Ismail, tapi hingga saat ini belum ada hubungan karena telepon selulernya mati. Ia mengatakan, dalam Operasi Mantap Brata VIII di mana ia sebagai pelaksana harian tidak sekedar mengamankan SI dan dekrit.
Pagar Alam mengungkapkan, dalam Operasi Mantap Brata VIII yang sudah berjalan sejak 11 Juli yang bertindak sebagai komando pengendaliannya adalah Kepala Pusat Operasional yakni Kapolri Jendral (Pol.) Surojo Bimantoro. Alasannya, sampai saat ini belum ada serah terima secara administratif dari Bimantoro kepada Chaeruddin. Ia juga menjelaskan, Bimantoro sudah memerintahkan kepada seluruh Kapolda untuk tetap mengamankan jalannya SI.
Sjahroedin mengatakan, mengenai rapat yang dipimpin Bimantoro sejak pukul 03.00 WIB di Polda Metro Jaya, memutuskan dengan melihat situasi yang ada, posko diajukan ke Polda Metro Jaya. “Bagi Mabes Polri namanya AJU, tapi bagi Polda (disebut) OPSDA (Operasional Daerah – red). Namun tetap pengendaliannya berada di Mabes Polri,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, rapat dapat dilaksanakan di Polda Metro Jaya. Ia membantah jika rapat di Polda Metro Jaya itu untuk menghindari konfik antarkekuatan, yakni dengan pasukan Chaeruddin. Menurut Pagar Alam, tidak ada kubu-kubuan di Mabes Polri. Sebanyak 25 jendral, kata dia, ikut serta dalam rapat yang selesai pukul 05.00 itu.
Sjahroedin menegaskan, pihaknya tidak akan menangkap Presiden Abdurrahman Wahid, seandainya Ketua MPR Amien Rais memerintahkan menangkapnya, setelah dijatuhkan dari kursi kepresidenan. Menurut dia, penangkapan itu harus jelas dasar hukumnya dan dilihat permasalahannya.
Ketika Kapolri Bimantoro keluar ruangan, ia segera diserbu puluhan wartawan untuk menanyakan apa yang akan dilakukannya. Dengan buru-buru ia menjawab pendek: “Ya, Polri tetap tunduk pada konstitusi.” Ia terlihat pucat, kurus, lesu dan letih.
Menurut informasi yang diperoleh Tempo, pada pukul 07.00 ini, Bimantoro akan memimpin kembali aktivitas di Mabes Polri. Tampak dalam rapat itu jendral-jendral seperti Dankor Brimob Irjen (Pol.) Yusuf Manggabarani, Deputi Operasional Irjen (Pol.) Sjahroedin Pagar Alam, Koordinator Staf Ahli Kapolri Irjen (Pol.) Togar Sianipar, dan Dirpidu Irjen (Pol.) Aryanto Sutardi.
Kepala Detasemen Mabes Polri, Komisaris Besar (Pol.) Andi Lolo, saat ditemui Tempo mengungkapan bahwa begitu dekrit presiden keluar, Mabes Polri kembali menetapkan status siaga satu.
Sementara itu ketika berada di ruang tunggu Kapolda, terjadi perbincangan antara Kadit Bimas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar (Pol.) Siswo Adiwinoto, dan Dankor Brimop Irjen (Pol.) Yusuf Manggabarani. Mereka berdua tampak menyimak siaran ulang pengumuman dekrit presiden. Ketika ada kata-kata Presiden Wahid meminta TNI/ Polri mengamankan dekrit, Siswo menyeletuk dengan mengatakan: “Siapa yang mau”. Mendengar celetukan itu, Yusuf langsung tertawa terbahak-bahak dan mengiyakan ucapan Siswo. (Istiqomatul Hayati)