“ Contohnya di Aceh, Irian Jaya, dan Maluku. Dan saya kira [itu] sah-sah saja,” ujar Juwono. Hanya saja, kata dia, dalam penanganannya, seyogyanya Indonesia menjelaskan bahwa operasi-operasi [militer] itu sudah terukur untuk menghindari sedikit mungkin aspek pelanggaran HAM.
Guru besar jurusan Hubungan Internasional UI ini mengatakan khusus mengenai penanganan Aceh saja, Indonesia telah menerima surat dari enam senator Amerika yang mendukung Aceh bagian dari Indonesia. Keenam orang itu juga menganjurkan kepada polisi dan TNI. Teguran yang sama ditujukan pula kepada Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Mari kita lihat secara berimbang. GAM sendiri diminta mulai tidak menculik TNI atau anggota keluarganya, tidak membunuh Brimob kalau nggak mengharapkan Brimob GAM, tentu juga GAM tidak usah menyamar menjadi TNI. Sekarng kan tuduhannya gitu. Orang GAM membunuh warga sipil, terus nuduh TNI menyamar jadi GAM. Begitu pula sebaliknya,” ujar dia.
Juwono mengakui, masih adanya sejumlah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat di lapangan. Hal ini menurut Juwono terkait dengan minimnya pengetahuan dan pelatihan yang diberikan kepada prajurit TNI/Polri. “Makanya saya katakan, tolong prajurit pangkat rendah itu diberikan bekal paling maksimum agar kecenderungan umum itu tidak terjadi. Mereka dibekali dengan peralatan, dibimbing, dan dilatih secara baik, kecenderungan akan berkurang. Tapi, tetap akan terjadi juga mengingat situasi di lapangan kompleks,” ujarnya menjelasakan. (Istiqomahtul Hayati)