Revrisond Baswier, pengamat ekonomi UGM, saat dihubungi Tempo News Room melalui sambungan telepon, Minggu (25/11) siang, mengatakan jika pemerintah telah menyiapkan platform- nya, put option, divestasi BCA, serta masalah penjualan aset-aset BPPN lainnya tidak akan mengalami hambatan berarti.
Platform yang dia maksud, yakni mencakup batas 'penguasaan' pemerintah terhadap BUMN dan aset, penjelasan hubungan kerja pemerintah dan DPR dalam menentukan privatisasi dan penjualan aset, seluk-beluk ekonomis dari BUMN dan aset, dan jaminan kepastian hukum kepada para mitra strategis.
Selain itu, ia menekankan bahwa penerapan otonomi daerah pun harus diperjelas. Ini, dimaksudkan agar pemerintah pusat memiliki batas-batas tegas yang bisa membantu pelaksanaan privatisasi BUMN yang berlokasi di daerah-daerah.
Revrisond mencontohkan, terhambatnya privatisasi PT Semen Gresik akibat keinginan PT Semen Padan dan PT Semen Tonasa untuk spin off. Konflik yang muncul, jelas Revrisond lebih lanjut, akibat kurang mampunya pemerintah menangani kepentingan-kepentingan antara pejabat-pejabat pemerintahan sendiri, dalam hal ini pusat dan daerah. "Terlihat jelas sekali ada tarik menarik kepentingan di sini,"keluh Revrisond.
Karenanya, Revrisond meminta, pemerintah segera menciptakan platform tersebut mengingat pentingnya privatisasi BUMN danpenjualan aset BPPN untuk membiayai anggaran negara.
Ini sekaligus untuk "mengharumkan" citra pemerintah Indonesia di mata internasional yang diharapkan bisa menstimulus investor asing untuk masuk kembali ke Indonesia.
Hingga saat ini, pemerintah belum kunjung memenuhi target privatisasi BUMN untuk tahun 2001 yang sebesar Rp. 6,5 trilyun. Awalnya, pemerintah berharap dari penjualan 51 persen saham di PT Semen Gresik didapatkan dana sebesar US$ 530 juta - sekitar Rp 5,3 triliun. Put Option, yang sedianya dilakukan paling akhir 26 Oktober 2001 lalu, hingga saat ini belum terealisir.
Sementara, dari divestasi BCA, pemerintah menargetkan mendapatkan dana segar Rp 5,2 triliun. Penjualan aset BPPM sendiri ditargetkan mencapai Rp. 27 triliun dalam bentuk kontan dan Rp 10 triliun dalam bentuk obligasi.
Dari hasil laporan bulanan BPPN tercatat, hingga akhir November 2001, BPPN telah menyetorkan Rp 24 trilyun untuk ke kas negara.
Baik pendapatan dari privatisasi BUMN maupun penjualan aset BPPN dianggarkan untuk menutup defisit APBN 2001 yang berkisar Rp 54 trilyun.(sri wahyuni)