Konflik kepentingan itu terjadi antara mereka yang menginginkan LBH tetap berbentuk yayasan dan mereka yang menginginkan perubahan. Untuk LBH, kata Todung, kehadiran Dewan Penyantun adalah wujud oligarkisnya. Namun struktur ini tidak bisa dihilangkan dari hirarki LBH karena bentuknya yang yayasan itu. Inilah yang mesti diubah dan saya rasa sebagian besar suara di LBH menginginkan perubahan itu, ujar Todung yang juga anggota Dewan Penyantun YLBHI ini.
Gagasan mengenai perubahan bentuk organisasi itu memang sudah digulirkan sejak Todung masih menjabat sebagai Ketua LBH. Ia mengaku telah mengusulkan di dalam rapat Dewan Penyantun agar LBH daerah diberikan wewenang yang lebih besar sehingga tidak menimbulkan Jakarta-sentris. Namun tampaknya usulan itu tidak diperhatikan, yang berujung pada kisruh di LBH, ditandai pula dengan keputusan mundurnya Munir.
Todung mengakui, tingginya tembok Dewan Penyantun yang membuat dewan ini menjadi oligarkis, karena masih banyak anggota dewan ini yang belum mau ikhlas melepaskan LBH kepada kaum muda. Kita semua ini punya jejak langkah. Saya juga sudah ada jejak langkah di LBH. Tetapi saya ngurusin yang lain saja. Namun kelihatannya orang yang sudah punya footprint masih mau juga di sana, kan susah juga, ujar dia sambil tertawa. (Deddy Sinaga)