Namun demikian, Bagir melanjutkan, pendapat yang dituangkan dalam surat kepada Jaksa Agung RI tertanggal 11 Desember 2001 itu hanyalah sebagai pendapat hukum lembaga peradilan itu. Hal ini berkaitan dengan isi surat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nomor Rau/0.1.14/Fu.1/10/2001 tanggal 29 Oktober 2001 lalu dalam rangka pelaksanaan putusan Kasasi MA RI Reg No 1846 K/Pid/2000.
Menurut Bagir, dalam menyampaikan pendapat hukum, MA mempertimbangkan surat dari Tim Kedokteran RSCM tanggal 27 Agustus 2001. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada terdakwa HM Soeharto, tim tersebut menyimpulkan, “… dengan memperhatikan usia pasien yang telah lanjut, kelainan infark multiple di otak yang ebrtambah luas dan kelainan jantung yang tidak dapat diperbaiki, maka berdasarkan disiplin ilmu kedokteran saat ini dapat dikatakan bahwa prognosis penyembuhan kondisi fisik dan mentalnya adalah buruk atau dalam arti kata tidak dapat diharapkan sembuh dengan metode pengobatan yang ada saat ini,” kata Ketua MA mengutip isi surat tim dokter tersebut.
Tetapi, kata Bagir Manan, berdasarkan Pasal 137 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang berwenang mengajukan dan tidak suatu perkara ke pengadilan adalah jaksa. Mahkamah Agung tidak mempunyai kewenangan lagi untuk memerintahkan dilaksanakannya pengadilan dan sidang. “Karena ini sudah putusan kasasi,” Bagir menjelaskan.
Menjawab pertanyaan kemungkinan Soeharto berobat ke luar negeri, ia mengatakan itu urusan Kejaksaan. “Surat kita ini didasarkan pada hasil pemeriksaan dokter yang ada sekarang bahwa tidak bisa sembuh lagi, ya tidak bisa diadili dong,” kata dia.
Surat bernomor KMA/865/XII/2001 yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung itu telah dikirim kepada Jaksa Agung RI Rabu (12/12) pagi, dengan tembusan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. (Ira Kartika mb - Tempo News Room)