Di depan majelis hakim yang diketuai Zainal Abidin, jaksa menjelaskan, pada 22 Januari 2003 lalu, orang tua terdakwa yang menghuni rumah di Jalan Jenggala dieksekusi oleh Panitera atau juru sita. Setelah proses eksekusi yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga 13.00 WIB itu selesai, petugas lalu menutup pagar rumah dengan seng sebelum akhirnya meninggalkan rumah tersebut.
Namun, sekitar pukul 15.00 WIB, terdakwa datang ke lokasi dan langsung membuka seng penutup pagar dan masuk rumah. Terdakwa lalu menempati rumah hingga perkara ini dilimpahkan ke pengadilan, kata La Kamis. Padahal, lanjutnya, terdakwa telah diperingatkan untuk keluar dari rumah dan tanah. Peringatan itu diberikan melalui surat peringatan tiga kali berturut-turut, yaitu 11 Februari, 21 Februari, dan 25 Februari 2003.
Menurut jaksa, perbuatan terdakwa melanggar pasal 36 ayat 4 jo pasal 12 ayat 1 UU No. 4 tahun 1992 dan pasal 167 ayat 1 KUHP. Pasalnya, terdakwa masuk ke rumah tanpa surat-surat atau data-data yang sah. Selain itu, terdakwa juga secara paksa memasuki rumah meskipun tahu rumah itu sudah disita negara. Terdakwa merasa tanah dan rumah itu milik orang tuanya dan telah ditempati selama 30 tahun, jelas La Kamis seusai sidang. (Nunuy NurhayatiTempo News Room)