Menteri Keuangan Boediono mengaku tak keberatan jika pemerintah membayar surat utang pengganti BLBI dalam bentuk capital maintenance notes pada 2004 sebesar Rp 5 tirliun dan 2005 Rp 7 triliun. Bank Indonesia mengajukan pemerintaan itu dihadapan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR, Senin (26/5).
Tujuan pembayaran ini untuk mempertahankan rasio modal BI dalam kisaran 5-8 persen. "Kalau ini ditunda justru akan lebih memberatkan lagi," kata Boediono. Pasalnya beberapa surat utang dalam besaran tertentu akan jatuh tempo di tahun-tahun mendatang yang akan memberartkan APBN 2004.
Menurut Boediono perhitungan tentang pembayaran itu akan dihitung lebih cermat lagi setelah DPR menyetujui pola penyelesaian BLBI dengan menerbitkan surat utang itu. Pembayaran, penerimaan dan rasio modal Bank Indonesia itu akan disampaikan ke pemerintah untuk dihitung ulang ketepatan angka pembayarannya.
Kata Boediono apa yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah di DPR masih secara garis besar yang harus diteliti dan dirinci lagi perhitungannya. Dalam pola penyelesaian BLBI, BI dan pemerintah sepakat agar pembayaran bunga itu tak menurunkan rasio modal hingga 5 persen. Namun, jika rasio itu lebih dari 8 persen, sisanya akan dijadikan cadangan devisa.
Namun penerbitan CMN masih menyisakan beberapa masalah yakni posisi CMN yang belum jelas dalam neraca BI, menjadi modal atau piutang. UU BI No. 23 tahun 1999 menyebutkan bahwa dana surplus yang diperoleh Bank Indonesia BI, semuanya dipakai sebagai cadangan umum BI bukan untuk membayar hutang. Masalah lain adalah jumlah BLBI yang harus dibayar Bank Indonesia. Hingga saat ini DPR, pemerintah dan BI belum satu kata tentang berapa BLBI yang menjadi tanggungan Bank Indonesia.
(Bagja Hidayat)