Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea menyatakan masih banyak kesalahan yang terjadi dalam memahami Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003. Kesalahan ini terjadi baik di pengusaha maupun pekerja, ujarnya dalam seminar mengenai prospek investasi dan hubungannya dengan penciptaan hubungan industrial yang harmonis di Indonesia, Selasa (27/5), di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta.
Dia mencontohkan masalah empat belas dokter yang menjadi pekerja outsourcing di maskapai penerbangan Garuda. Dokter, perawat, itu bukan pekerjaan yang bisa dioutsource, diagenkan. Sebab dia adalah pekerjaan yang selama ada orang yang membutuhkan dia akan selalu ada. Tidak terikat waktu. Kan orang sakit ada terus, tegasnya dalam seminar.
Ia menyarankan pada pengusaha agar memberikan hak yang seharusnya diberikan pada pekerja. Jangan tunggu diminta, apalagi diunjuk rasa, kata menteri.
Jacob mengatakan bahwa investasi menjadi alasan adanya aturan yang menjadi payung hukum bagi pelaksanaan hubungan ketenagakerjaan dan industrial yang baik. Diperlukan investasi untuk membuka lapangan pekerjaan, baik mempertahankan investasi yang sudah ada maupun menarik investor baru ujarnya dalam seminar.
Undang-undang ini sendiri rencananya juga akan disertakan dengan Undang-Undang Penyelesaian Pertikaian Hubungan Industrial yang direncanakan akan selesai bulan Juni 2003. Selain itu juga akan disertakan Undang-Undang tentang Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang Selasa lalu baru dilakukan Rapat Dengar Pendapatnya di Komisi DPR Bidang Kesehatan, Sosial dan Kependudukan. Aturan yang akan dipayungi oleh UU No 13 tahun 2003 itu sebanyak 32 Keputusan Menteri, 12 Peraturan Pemerintah dan 5 Keputusan Presiden.
Undang-undang ketenagakerjaan, kata Jacob, sudah mengakomodir semua pihak, baik pekerja maupun pengusaha. Bila ada pengusaha yang tidak mematuhi akan terkena sanksi, ujar Jacob. Ia mencontohkan mengenai sanksi perlakuan diskriminasi bagi pengusaha sebesar Rp 100 juta hingga Rp 500 juta.
Namun, seusai ceramah dalam seminar, ia mengakui diperlukan pengawasan untuk melaksanakan peraturan tersebut secara konsekwen. Saat ini, departemennya sedang menambah pengawasan dan melatih sumber daya manusia untuk bisa memahami pelaknsanaan aturan tersebut.
Pengawasan, tambahnya, juga diperlukan untuk menghindari penafsiran yang salah mengenai isi aturan tersebut. Ini belum apa-apa, perusahaan mulai ngarang-ngarang. Ini core business saya jadi mereka tidak termasuk, jadi outsourcing saja, contohnya. Padahal, katanya, hanya pekerjaan yang bersifat menunjang seperti satpam, cleaning service yang bisa dioutsource.
Ia juga mengakui bahwa pengawas yang ada di daerah saat ini harus bisa dikembalikan lagi fungsinya sebagai pengawas. Saya bilang kepada pemerintah daerah, itu teman-teman dikembalikan ke habitatnya semula, ujar menteri. Rasio ideal antara pengawas dan yang mengawasi, katanya, seharusnya sau berbanding lima puluh. Satu orang mengawasi lima puluh perusahaan. Sementara mengenai penyelesaian hubungan industrial, yang ada dalam RUU Penyelesaian Pertikaian Hubungan Industrial, diterangkan Jacob akan diakomodir hingga ke tingkat Mahkamah Agung.
Jacob juga mengatakan bahwa perangkat hokum yang sudah dibuat itu nantinya belum menjamin mengenai aliran investasi yang diharapkan untuk bisa mengalir lancar. Ini hanya salah satu upaya pemerintah, katanya berargumentasi.
Direktur Persyaratan Kerja dan Penyelesaian Perselisihan, S. Lumban Gaol, mengatakan lebih jelas kepada Tempo News Room, bahwa ada tingkatan untuk menyelesaikan perselisihan. Pertama, katanya, tentu saja, diminta untuk selesaikan secara bipartite, artinya diantara mereka yang bertikai saja. Kemudian bila tidak puas baru ke mediator atau perantara yang sifatnya dari pemerintah. Sama dengan tingkat mediator adalah conceleator yang bersatus swasta. Bila masih tidak puas bisa ke arbiter. Di arbiter, terangnya keputusan yang dihasilkan bersifat mengikat kedua pihak.
Namun bila tidak melalui arbiter, pihak yang tidak puas, dari mediator atau perantara atau conceleator bisa ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaga PPHI) yang merupakan pengadilan negeri. Pada tahap ini, bila masih ingin menempuh jalur hukum paling puncak adalah Mahkamah Agung. Tapi tanpa melalui pengadilan tinggi, jelasnya.
(Yophiandi-TNR)