Dengan perkembangan menguatnya rupiah terhadap dolar Amerika yang sudah mencapai Rp 8.100 per dolar ternyata semakin membuat kalangan industri dan manifaktur kian terpuruk. Terutama industri yang berbasis lokal (bahan Baku), kata Anton J. Supit dari Komite Pemulihan Ekomoni Nasional dalam konferensi pers di Plaza GRI, Selasa (27/5) sore.
Biaya-biaya lokal seperti BBM, listrik, bahan baku yang sudah terlanjur naik dan perhitungannya 1 dolar setara Rp10 ribu, saat ini ketika rupiah menguat biaya-biaya tidak mungkin turun kembali. Sehingga produk-produk kita makin tidak konpetitif dari negara-negara lain seperti RRC, dan Vietnam, tambahnya.
Keadaaan ini juga memperburuk pengusaha-pengusaha yang bergerak di bidang ekspor. Tingkat penerimaan mereka akan terus berkurang dan cenderung merugi apabila penguatan rupiah ini berlangsung cepat dalam waktu singkat.
Pada kesempatan yang sama Benny Sutrisno dari asosiasi pertekstilan mengunkapkan bahwa industri di bidangnya dalam 1 bulan memerlukan biaya domestik sekitar 500 juta U$ dollar. Jika ada penguatan rupiah tiap Rp 100 maka industri ini akan mengalami kerugian US$ 2 juta. Jadi kalikan saja kerugian yang di alami pertekstilan, katanya.
Sementara itu Teddy P Rachmat yang juga merupakan pimpinan Astra mengungkapkan hal serupa, kalau saya produksi motor akan susah bersaing dengan motor Cina karena biaya produksi kita dengan rupiah sedang Cina dengan dolar yang menurun, kata Teddy. Ia juga mengungkapkan bahwa Argentina mengalami kehancuran karena nilai pesonya yang terus menguat sehingga produk lokal tidak bisa bersaing dengan produk luar negri.
Para pengusaha meminta perhatian dari pemerintah tentang masalah ini. Kalau penguatan rupiah tidak bisa dihindari maka pemerintah harus melakukan efisiensi, kata Anton. Dalam hal ini menurut Anton karena harga rupiah sudah menguat seharusnya harga listrik, BBM, dan bahan pokok dapat diturunkan selain itu tingkat bunga pinjaman yang saat ini berkisar 18 persen dapat diturunkan menjadi 14 persen karena tingkat bunga deposito sekitar 10 persen.
Sekarang yang jadi pertanyaan policy pemerintah mau kemana arahnya, kata Widjonarko Tjokradisumarto dari asosiasi mainan. Menurutnya kalau keadaan seperti ini dipertahankan maka jumlah pengangguran akan semakin meningkat karena industri yang tutup. Widjonarko menambahkan, sebenarnya pemerintah dapat mengatasi hal ini dengan mudah. Bank Indonesia tinggal menjual rupiah dan membeli dollar untuk menjaga nilai rupiah, justru BI akan untung karena BI membeli dollar murah, tambahnya.
Menurut Teddy P Rachmat nilai dollar Amerika yang aman adalah berkisar Rp 9.000. Kita juga mengerti pemerintah harus bayar dengan dollar, kata Anton. Pada kesempatan yang sama Haryanto dari asosiasi sepatu mengatakan nilai dollar Amerika yang ideal berkisar Rp 8.800. Itu sudah Kompetitif untuk saat ini, kalau tidak mereka akan memindahkan order ke Vietnam, katanya
(Priandono-TNR)