Menurutnya, selama ini ia telah menyerahkan kasus pemanggilan dirinya oleh Komnas HAM kepada tim advokasi TNI. Prabowo telah menyerahkan surat kuasa kepada tim advokasi TNI, sebab bagaimanapun juga saat terjadi peristiwa Mei, ia masih menjabat sebagai anggota TNI. "Jadi kita harus berinduk kepada institusi, dan saya kira itu juga berlaku pada pejabat lain."
Jumat pekan lalu, Prabowo mendapat panggilan dari Komnas HAM untuk didengarkan keterangannya mengenai hasil temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Namun, saat itu Prabowo maupun tim kuasa hukumnya tidak hadir.
Sholahudin Wahid, Ketua Tim Ad Hoc Peristiwa Mei dari Komnas HAM, mengatakan sebenarnya Prabowo dapat hadir bersama-sama dengan pengacaranya. Sebab, keterangan Prabowo sangat diperlukan untuk memperjelas temuan awal yang telah didapatkan oleh TGPF. Karenanya, tim yang memiliki tenggat kerja sampai Agustus itu akan kembali melakukan pemanggilan kepada Prabowo. "Namun, tidak tahu kapan kami akan rapatkan dulu dengan tim," ujar Sholahudin.
Ia menambahkan, sampai saat ini Komnas memiliki sekitar 34 nama yang akan dipanggil. Namun, ia mengaku separuh dari jumlah itu masih belum dipanggil karena Komnas masih belum mendapatkan alamatnya.
Dari seluruh nama itu, mereka memiliki jabatan yang berkaitan dengan keamanan (TNI/Polri) saat peristiwa terjadi. Di antaranya Wiranto yang menjabat sebagai Panglima ABRI, Sjafrie Sjamsoeddin (Pangdam Jaya), Sudi Silalahi (Kasdam Jaya), dan Subagyo H.S. (KSAD).
Menurut catatan Komnas HAM, peristiwa Mei telah memakan korban jiwa tak kurang dari 1.200 orang, baik karena tewas terbakar, maupun karena tewas oleh tembakan senjata. Belum lagi ratusan rumah, gedung, dan toko-toko yang rusak dibakar massa. (Indra Darmawan-Tempo News Room)