Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo dalam keterangannya kepada wartawan hari Rabu (11/6), menolak secara tegas kenaikan tarif tol yang mulai diberlakukan hari ini (Rabu) sejak pukul 00.00 WIB. Sebabnya, menurut kajian YLKI, kebijakan kenaikan tarif tol itu bertentangan dengan Undang-Undang No. 13 tahun 1980 tentang Jalan.
Menurut Sudaryatmo, berdasarkan pasal 14 UU Jalan, besar kecilnya tarif tol tergantung dari besar kecilnya keuntungan atau manfaat yang diperoleh konsumen tol. Sementara dalam kenaikan tarif tol kali ini, operator jalan tol tidak pernah dapat membuktikan kepada publik bahwa keuntungan konsumen tol bertambah. Bahkan di beberapa ruas jalan tol, tidak ada manfaat atau keuntungan tambahan yang diperoleh konsumen karena sebagai jalan bebas hambatan pada jam-jam sibuk selalu dalam kondisi macet. Seharusnya tarif akhir merupakan hasil kesepakatan antara kepentingan operator dan kepentingan konsumen, namun sejauh ini hanya kepentingan operator yang diakomodir,tegasnya.
Sementara itu dari hasil kajian YLKI menunjukkan bahwa alasan pemerintah menaikkan tarif tol karena struktur tarif tol yang dianggap tidak kondusif bagi masuknya investor ke jalan tol, juga bertentangan dengan ketentuan dalam UU Jalan. Dalam UU Jalan, variabel untuk menentukan kenaikan tarif tol adalah besar kecilnya manfaat yang diperoleh konsumen jalan tol. Bila ingin memasukkan variabel investasi dalam dalam tentukan tarif, ubah dulu Undang-Undangnya (UU Jalan), itu kan masih berlaku, kata Sudaryatmo.
Menurut Sudaryatmo, PP No 40 tahun 2001 yang menetapkan kenaikan tarif tol tiap tiga tahun sekali cacat hukum. Karena peraturan itu berada di bawah UU Jalan dan semestinya menjelaskan bukan memuat peraturan baru. PP sebagai peraturan di bawah Undang-Undang seharusnya hanya menjelaskan dan bukannya membuat aturan baru, kenaikan tarif setiap tiga tahun kan tidak diatur dalam UU jalan, katanya. Ketika ditanya mengapa tidak melakukan tuntutan hukum terhadap PP itu, Sudaryatmo mengatakan pihaknya terlambat mengetahui keberadaan PP itu. Padahal tenggat waktu untuk melakukan perlawanan uji materiil hanya 180 hari.
YLKI juga menyoroti pemberlakuan Keppres yang langsung diterapkan sehari sesudah keputusan tersebut ditandatangani. Tarif tol kan tidak seperti harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang kalau harganya dinaikkan masyarakat akan berusaha menimbun (BBM). Kan tidak mungkin masyarakat bolak-balik jalan tol sebelum kenaikan tarif itu benar-benar diterapkan,ujarnya menyesalkan. Seharusnya sosialisasi kebijakan tarif baru dilakukan paling sedikit satu bulan sesudah Keppres itu ditetapkan, dan bukannya langsung diberlakukan.
Argumen Pemerintah bahwa Kenaikan tarif tol hanya diprioritaskan bagi ruas tol yang mengalami kerugian dianggap Sudaryatmo terlalu mengada-ada. Apalagi katanya, Audit laporan keuangan Jasa Marga menunjukkan selama dua tahun terakhir mereka emperoleh laba. Pada tahun 2001 PT Jasa Marga memperoleh laba bersih sebesar Rp 157 miliar sementara tahun 2002 laba bersih yang diperoleh sebesar Rp 148 miliar. Berdasarkan hal itu, mestinya tidak ada kenaikan tarif tol bagi ruas jalan yang dikelola Jasa Marga. Kalau memang tarif yang ada sudah tidak optimal bahkan mengancam operasional, kenaikan tarif memang sudah sewajarnya. Namun kalau tarif yang ada mengurangi keuntungan, dalam kondisi krisis seperti sekarang, mestinya Jasa Marga harus maklum dong,tandasnya.
Sudaryatmo sendiri mengkhawatirkan aroma KKN dalam kenaikan tarif kali ini. Dia mencontohkan untuk ruas jalan tol Tangerang-Merak yang cuma 5,36 persen sahamnya dimiliki Jasa Marga, kenaikan ini hanya menguntungkan perusahaan swasta. Bahkan ada dugaan, sejumlah saham perusahaan asing yang menjadi mitra kerja sama operasi PT Jasa Marga telah dikuasai investor asing. Operator jalan tol harus go publik, karena dengan sistem pasar modal, masyarakat dapat mengakses dan mengotrol kepemilikan saham agar dapat transparan dan lebih bertanggungjawab,tegasnya.
YLKI menuntut Pemerintah untuk membatalkan tarif tol, sambil menunggu hasil penelitian lembaga independen, bahwa operator dapat membuktikan keuntungan atau manfaat konsumen jalan tol bertambah. YLKI juga mengharapkan partisipasi masyarakat dalam masalah ini, karena tanpa dukungan masyarakat daya tekanan YLKI terhadap pemerintah akan kurang,katanya. Sementara secara internal, YLKI akan membentuk tim untuk mengkaji kemungkinan dilakukan aksi advokasi dalam bentuk permohonan hak uji materiil terhadap Keppres kenaikan tarif tol ke Mahkamah Agung (MA).
(Sita Planasari A-TNR)