Menurut dia, keputusan untuk menindaklanjuti laporan dari TNI tersebut akan ditentukan oleh Presiden Megawati. Nanti Presiden yang memutuskan.
Kamis pekan lalu, lima pesawat F-18 milik Angkatan Laut AS kedapatan melakukan manuver di sekitar Pulau Bawean. Lima pesawat tersebut berasal dari kapal induk USS Vincent yang melintas di perairan Laut Jawa bersama satu tanker dan dua kapal fregat. Manuver itu sempat mengganggu penerbangan pesawat penumpang.
Masuknya pesawat tempur AS ke wilayah Indonesia itu memicu reaksi keras dari berbagai kalangan yang meminta pemerintah memprotes Negara adikuasa itu. Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (7/7) kemarin juga berjanji akan melakukan protes bila terbukti ada unsur kesengajaan atau kelalaian dari pihak AS pada peristiwa itu.
Atase Penerangan Kedutaan Besar AS Stanley Harsha membantah bahwa lima jet tempurnya melanggar wilayah udara Indonesia karena telah meminta izin masuk dan melewati wilayah Indonesia.
Harsha telah mengadakan pembicaraan dengan Direktur Amerika Utara dan Tengah Departemen Luar Negeri, Dino Pati Djalal, Senin (7/7), tentang manuver F-18 itu. Menurut Harsha, dalam pertemuan itu kedua belah pihak sepakat untuk menunggu hasil tim investigasi Mabes TNI. "Kita tunggu saja penelitian yang lebih lengkap," ujar dia kepada Tempo News Room, Selasa (8/7) malam.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Chappy Hakim menilai kasus F-18 Hornet terkait dengan permasalahan alur laut kepulauan Indonesia sehingga dimensi yang menonjol dari permasalahan ini adalah dimensi hukum. Masalah itu menyangkut persoalan hukum internasional. Oleh karenanya upaya pemecahannya seharusnya diarahkan upaya hukum internasional pula melalui departemen yang berwenang, ujar Chappy. (Indra Darmawan/Amal Ihsan/Fatih Gama)