Menurut Wiranto, saat dia menjabat Panglima TNI kejadian seperti itu jarang terjadi, karena kekuatan pesawat tempur Indonesia masih utuh. Barangkali mereka juga takut karena langsung rontok ditembak, kata dia di sela-sela acara Malam Peduli Aceh di Jakarta Convention Center, Selasa (8/7) malam.
Kamis pekan lalu (3/7), lima jet tempur F-18 AS melakukan manuver di dekat Pulau Bawean, Jawa Timur. Pesawat-pesawat itu berasal dari kapal induk USS Vincent yang disertai dengan sebuah kapal tanker dan dua kapal fregat. Manuver tersebut sempat menganggu penerbangan pesawat penumpang. Selain itu, F-18 AS justru bersiap menembak dua pesawat F-16 TNI Angkatan Udara yang mengidentifikasinya.
Manuver pekan lalu merupakan kasus kedua setelah pada 2000 lalu kejadian serupa dilakukan F-18 milik Angkatan Udara Australia. Namun, saat itu pesawat F-5 TNI berhasil menghalaunya.
Kekuatan pesawat tempur Indonesia saat semakin menyusut dengan adanya embargo suku cadang dan perawatan dari AS. Hal ini menyebabkan kebutuhan pesawat tempur Indonesia tidak seimbang dengan luas wilayah yang harus dijaga. Tidak cukup dengan satu-dua skadron pesawat terbang modern untuk menjaga semua wilayah kita, kata Wiranto. Karena itu, menurut dia, kebutuhan Indonesia terhadap pesawat tempur tidak terbatas kepada jenis Sukhoi saja, tapi juga pesawat lain untuk menjaga wilayah.
Wiranto mengharapkan pemerintah Indonesia bersama pemerintah AS segera menyelesaikan polemik yang terjadi saat ini. Apa susahnya untuk bicara satu meja, dibahas, diputuskan, melanggar atau tidak, kata dia. Jika melanggar, kata dia, AS tentu harus minta maaf kepada Indonesia. (Indra Darmawan-Tempo News Room)