Yani mengemukakan, pertanyaan ini pernah dia sampaikan kepada Ketua Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM M.M. Billah ketika berkunjung ke Lhokseumawe. Ketika itu, Billah menjawab, sikap Komnas HAM ini didasari undang-undang. Namun, Yani mengaku belum puas dengan jawaban itu dan mendesak Billah untuk menunjukkan undang-undang yang dimaksud. Waktu itu, Pak Billah didampingi lima staf ahli. Masak tidak ada yang tahu, kata dia.
Beberapa waktu lalu, Komnas HAM membeberkan temuannya tentang pelanggaran hak asasi manusia dan kuburan massal di Aceh. Pengungkapan ini menimbulkan ketegangan antara Komnas HAM dengan TNI dan pemerintah.
Belakangan, Komnas HAM mengkritik pembongkaran kuburan massal yang dilakukan TNI karena dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti. Menurut Komnas HAM, yang berhak membongkar kuburan massal adalah polisi sebagai penyidik.
Menanggapi kritik itu, Ahmad Yani mengatakan pembongkaran kuburan massal di Aceh dilakukan oleh masyarakat. Menurut dia, masyarakat baru berani menyampaikan informasi pada saat ini karena itu ia minta pembongkaran kuburan ini ditanggapi secara adil.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Rationo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/7) malam menyatakan tidak sependapat dengan permintaan Komnas HAM agar yang melakukan penyidikan atau penggalian kuburan massal adalah polisi. Menurutnya, Penguasa Darurat Militer Daerah juga memiliki kewenangan dalam hal itu, Karena Pasal 10 Undang-Undang Darurat Militer memungkinkan hal itu.
Dalam pasal tersebut, kata dia, PDMD diberikan wewenang untuk membuat aturan yang diperlukan sesuai kebutuhan di lapangan. Karenanya, aturan itu bisa mengalahkan KUHP yang mengatur wewenang polisi dalam melaksanakan penyidikan. (Multazam/Indra Darmawan-Tempo News Room)