Ketua Komnas Anak yang akrab dipanggil Kak Seto ini mengatakan, berdasarkan data yang didapat, ketiga korban tersebut adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun yang ditembak karena melarikan diri dari aparat. Menurut cerita, ketika ditanya KTP, anak-anak tersebut ketakutan dan melarikan diri, saat itulah mereka tertembak, kata Kak Seto. Mengenai kebenaran cerita tersebut, Seto masih akan melakukan konfirmasi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga mencatat sejumlah anak di bawah umur ikut bergabung dalam pemberontakan yang dilakukan Gerakan Aceh Merdeka dan mengusung senjata. Namun, kata Seto, Komisi Nasional Anak masih akan mengkonfirmasikan kepada TNI.
Saat ini, Komisi Nasional Anak bekerjasama dengan Departemen Sosial tengah mempersiapkan trauma center atau rumah perlindungan anak di Aceh. Menurut Seto, prioritas utama saat ini adalah mengembalikan anak-anak yang secara psikologis menderita trauma berat, tetap merasa aman meskipun dalam kondisi konflik. Trauma berat akibat konflik bisa merusak perkembangan jiwa anak-anak. Saat ini mereka butuh merasa dilindungi dan aman.
Ditanya apakah rumah perlindungan tersebut cukup efektif bagi pemulihan psikologis anak-anak Aceh baik di pengungsian maupun pemukiman, Seto menjawab, Sebagai langkah awal untuk mengembalikan anak dari trauma panjang mereka, saya rasa cukup efektif.
Seto mengemukakan, persiapan rumah perlindungan bagi anak saat ini hampir matang. Anggota Trauma Center adalah warga setempat yang diberdayakan potensinya untuk membantu anak lepas dari tekanan dan perasaan tidak aman di tempatnya tinggal. Beberapa waktu lalu, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah mengatakan dipilihnya warga setempat sebagai anggota trauma center untuk menghindari kesalahan bahasa. Lagipula mereka yang lebih mengetahui kondisi di sana. (Fitri Oktarini-Tempo News Room)