RAPBN yang diajukan pemerintah sangat konservatif, seperti tahun-tahun sebelumnya, kata ekonom Institute for the Development of Economics and Finance (INDEF), Iman Sugema, saat jumpa pers di Kampus Uverstitas Paramadina Mulya, Jakarta, Sabtu (16/8) siang.
Menurut Iman, ada empat tantangan pasca program IMF. Pertama, masalah pertumbuhan yang berbasis konsumsi. Setidaknya, selama empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi didominasi oleh share pengeluaran konsumsi pemerintah dan swasta. Ini yang menyebabkan tingkat pertumbuhan hanya berkisar di level 3-4 persen.
Kedua, pertumbuhan yang rendah itu juga dimotori semakin lemahnya daya saing ekonomi Indonesia dibandingkan negara lain di kawasan Asia. Menurut Global Kompetitiveness Report, kata Iman, Indonesia yang pada 2001 berada di urutan 25 melorot ke posisi 28 setahun kemudian. Ketiga, masalah pengangguran. Perbaikan indikator makro sampai dengan saat ini belum mampu menyentuh masalah paling krusial dan fundamental dalam perekonomian, yaitu penciptaan lapangan kerja, katanya.
Masalah keempat adalah kemiskinan. Semakin besar jumlah pengangguran akan semakin besar pula jumlah orang miskin. Tahun 2002 lalu, jumlah orang miskin di negeri ini mencapai 38,4 juta, sekitar 18,2 persen dari total penduduk.
Ekonom INDEF lainya, Fadhil Hasan, mengatakan, pemerintah seharusnya mengharapkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi dan ekspor. Namun, katanya, iklim investasi yang ada saat ini belum memberi ruang gerak yang cukup untuk mewujudkan harapan ini. Adek-TNR