Ketua Panitia, Mayor Haristanto, mengungkapkan, kampanye tersebut lebih mengarah sebagai otokritik. "Intinya kami mengkritik diri sendiri, dunia bisnis periklanan. Selama ini, belum pernah ada yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan tempat memasang material promosi. Terutama sekali media pohon. Maka kampanye ini kami namakan Pohon Tanpa Paku," papar Mayor panjang lebar, Senin siang 18 Agustus.
Menurut Mayor, kampanye sadar lingkungan tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak akhir pekan lalu. Pihaknya mengajak puluhan siswa SMU untuk terlibat dalam gerakan tersebut. Dikatakan, selama ini pohon menjadi korban kepentingan, terutama para praktisi iklan yang ingin menempatkan media promonya. "Kami sadar bahwa selama ini kami hanya mencari hal yang gampang dalam beraktivitas pemasangan vercal banner (umbul-umbul). Begitu saja kami menancapkan puluhan paku untuk sandaran tiang media promo, tanpa berpikir apa yang kami lakukan itu bisa merusak lingkungan," ujarnya.
Mayor menambahkan pohon-pohon yang selama ini menjadi korban pemasangan iklan memang sudah sangat memprihatinkan. Padahal pohon itu sangat penting bagi lingkungan. Selain bisa mempercantik pemandangan dan membuat teduhnya lingkungan, pohon juga bisa berfungsi sebagai paru-paru kota. "Mungkin kalau bisa bicara, pohon-pohon ini akan merintih kesakitan karena terus ditancapi paku," tuturnya.
Kampanye penyadaran tersebut digagas karena melihat kondisi penataan reklame di Kota Bengawan. Sebelumnya, hampir seluruh perusahaan periklanan yang memegang akses di semua lokasi reklame di Solo, jarang memikirkan soal kebersihan lingkungan. Tidak aneh bila kota Solo saat ini penuh dengan reklame yang pemasagannya tidak mengindahan soal lingkungan panggung reklame. " Ini terus terang saja. Selama ini kami-kami ini dan juga Pemkot hanya memikirkan segi bisnis saja," ujar lagi.
(imron rosyid-TNR)