Riptono, salah seorang warga yang menggugat kehadiran Ramayana di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, mengatakan penolakan itu disebabkan banyaknya peraturan yang dilanggar Ramayana. Terutama mereka melanggar Perda nomor 2 tahun 2002 mengenai Perpasaran Swasta dan Perda nomor 6 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI, ujarnya kepada Tempo News Room di Jakarta, Jumat (22/8) siang.
Perda No.2 Tahun 2002 menyatakan bahwa pusat perbelanjaan yang memiliki luas di atas 4.000 meter persegi harus berjarak sekurang-kurangnya 2,5 kilometer dari pasar tradisional. Padahal, menurut Riptono, jarak antara Ramayana dengan Pasar Cibubur hanya 1,5 kilometer. Dalam Perda tersebut juga disebutkan bahwa toko serba ada seperti Ramayana harus berada di sisi jalan arteri/kolektor yang seharusnya selebar 20 meter. Pada kenyataannya, Ramayana berada di sisi jalan kelas IV (lebar enam meter).
Ramayana, kata Riptono, juga melanggar Rencana Tata Ruang DKI yang menyatakan wilayah Cibubur akan dikembangkan sebagai wilayah perumahan dengan koefisien dasar bangunan/KDB (perbandingan antara luas bangunan dan lahan yang tidak dipakai) dengan batas maksimal 20 persen. Ramayana ini KDB-nya sekitar 60 persen, katanya.
"Kami khawatir bila tetap dibangun akan menimbulkan ekses negatif pada lingkungan, seperti kemacetan, peningkatan kriminalitas, dan kesulitan air," ujar Riptono.
Di antara warga yang menolak adalah Kepala Badan Intelijen Nasional AM Hendropriyono dan Ketua Partai Uni Demokrasi Indonesia Sri Bintang Pamungkas . Saya saja sholat dengan tayamum karena air di rumah saya mati, kata Sri Bintang saat dihubungi Tempo News Room melalui telepon, Kamis (21/8) malam.
Warga sejak awal 2002 telah menolak kehadiran Ramayana tersebut. Mereka mengirim surat penolakan ke Gubernur DKI Jakarta, Kadin DKI Jakarta, Walikota Jakarta Timur, Kepala Suku Dinas P2B Jakarta Timur, Camat Ciracas dan Lurah Cibubur, serta Direksi PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk.
Ternyata pada Maret 2003, Ramayana mulai melakukan pembangunan. Pihak pengurus RW kemudian mendatangi Kelurahan Cibubur untuk menanyakan masalah ini. Ternyata dari pihak Kelurahan diperoleh data bahwa pihak Ramayana telah mengantongi SIPPT No 532/-1.711.5 tanggal 8 April 2002 dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) tertanggal 14 Maret 2003.
Kami telah mengirimkan surat keberatan kepada Gubernur, Walikota, Kepala Dinas P2B DKI Jakarta, Camat Ciracas, dan Lurah Cibubur mengenai hal ini. Namun tidak ada tanggapan sama sekali, kata Riptono.
Sita Planasari A - Tempo News Room