"Kami sudah sampaikan surat keberatan itu pada 4 Juli 2003 lalu," katanya di depan Panitia Anggaran DPR saat pembahasan APBN Perubahan, Rabu (27/8).
Dalam keterangan pers BPK Jumat pekan lalu, keterangan bank sentral itu tak disertakan dalam proses audit. Menurut Anwar, tak ada yang salah dengan pengeluaran dana dari rekening atas nama Menteri Keuangan. "Kami akan jalaskan secara komprehensif di hadapan Komis IX," katanya.
Anwar mengungkapkan, setidaknya ada tiga poin yang dipermasalahkan oleh BPK dalam auditnya. Tambahan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp 14,4 triliun tidak layak dibebankan kepada pemerintah melalui rekening 502. BI berpendapat, jumlah itu merupakan kelanjutan kebijakan sebelumnya yang sama seperti BLBI Rp 144,5 triliun yang sudah disepakati oleh pemerintah dan DPR.
"Jadi penggunaan rekening 502 sudah sah sesuai tujuannya," katanya.
Hal lainnya, BPK menilai rekening 502 tidak layak dibebani pembayaran kewajiban interbank debt exchange offer (EOP) sebesar Rp 2,4 triliun dengan alasan tidak memenuhi persyaratan dalam EOP, serta dokumen penyelesaiannya belum ada. BI berpendapat, program EOP ditujukan untuk mencegah krisis perbankan lebih meluas pada 1998 akibat bank-bank tak sanggup membayar pinjaman luar negeri.
Selain Rp 2,4 triliun porsi BI, sebesar Rp 0,8 trilun dipergunakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Sehingga, jumlah totalnya mencapai Rp 3,2 triliun. Anwar mengatakan, untuk mengklarifikasi jumlah tersebut, pihaknya sedang mengkonfirmasi pada konsultan Ernst & Young, sebagai lembaga yang melakukan rekonsiliasi program EOP.
Hal ketiga, BPK mempermasalahkan pembayaran penjaminan Bank Perkreditan Rakyat sebesar Rp 116,1 triliun. Dari jumlah itu, BPK menilai Rp 27.417 juta tidak sah pembayarannya dibebankan kepada rekening 502. BI menanggapi bahwa pengeluaran dana Rp 26,47 miliar dikeluarkan rekening 502 untuk membayar BPR PT Cipto Arta Lestari di Sidoarjo.
Pengeluaran itu didasarkan atas keputusan pengadilan negeri Surabaya tanggal 17 Juni 1999 yang memerintakan pemerintah menalangi BPR PT Cipto karena bangkrut. "Ini nasabahnya wong cilik," katanya. Sehingga pengeluaran dana tersebut dari 502 sudah sah sesuai penggunaannya. Tapi Anwar tak menjelaskan kemana uang lebih sebesar Rp 1 miliar yang terkena audit BPK itu.
bagja hidayat Tempo News Room